REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai sejumlah kebijakan dan program yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini tidak jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.
Herman menyoroti program swasembada yang menurutnya belum jelas seperti apa implementasinya di lapangan. Data produksi beras merupakan hal penting dalam mewujudkan program ini, namun hal itu dinilai belum dimiliki pemerintah saat ini.
"Data pulau saja tidak pernah fix, apalagi produksi beras," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Politik Beras di Era Pemerintahan Jokowi-JK" di Gedung KAHMI Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/3). Meski kerap terjadinya fluktuatif harga beras, Herman enggan menuding telah adanya Mafia atau Kartel dibalik gunjang-ganjing harga beras.
"Di Indonesia tidak ada mafia dan kartel beras tapi spekulan. Spekulan muncul akibat adanya ruang spekulasi yang dibuat pemerintah," tegasnya. Ia mengatakan kemunculan spekulan lantaran tidak adanya faktor legitimasi yang jelas terakit persoalan ini.
Herman mencontohkan seperti yang terjadi pada kurun waktu November hingga Januari kemarin, dimana tidak adanya raskin mengingat sudah dikeluarkan pemerintah pada beberapa bulan sebelumnya sebagai antisipasi melonjaknya harga beras akibat naiknya harga BBM pada tahun lalu. Dengan demikian konsumen raskin beralih ke pasar dimana para pedangan tentu sesuai teori dagang akan menaikan harga beras.
Bulog pun, kata dia, tidak bisa disalahkan mengingat saat itu tengah terjadi periode pergantian kepemimpinan. Untuk itu, ia meminta pemerintah menjelaskan dengan terperinci terkait produksi, distribusi, serta konsumsi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia terkait beras.
Ia juga menyayangkan perubahan alih fungsi sawah yang setiap tahunnya mencapai angka 100 ribu hektar dengan banyaknya sistem irigasi yang terpotong, ditambah tidak adanya lahan-lahan baru.
Terkait Instruksi Presiden No 5 Tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah, Herman menegaskan Bulog bukanlah regulator sehingga tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas ketidakstabilan harga beras di pasaran. Kecuali jika ada beras yang kualitasnya buruk Bulog boleh disalahkan, lanjutnya.