REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus berlanjut. Anggota Komisi VII DPR Kurtubi dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) mengatakan permasalahan ini lantaran industri Migas Indonesia sangat terpuruk.
"Kenapa kita impor minyak, karena produksi minyak kita rendah. Belasan tahun tidak pernah membangun kilang BBM," ujarnya saat menemui Menteri ESDM Sudirman Said, di Gedung Nusantara I, Senin (30/3).
Hal itulah yang ia nilai sebagai inti persoalan di sektor Migas. Ia menambahkan, hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi minyak Indonesia puluhan tahun lalu dimana produksi minyak masih tinggi sehingga tidak memerlukan adanya impor minyak.
"Impor BBM kita sangat besar. Ini yang sebabkan terjadinya defisit neraca pembayaran dan rupiah melemah disamping adanya faktor eksternal," katanya.
Ia juga meminta pemerintah menjaga frekuensi kenaikan harga BBM dengan tidak menaikkannya setiap bulan karena hal tersebut berpengaruh besar dalam menurunnya daya beli masyarakat.
Kurtubi juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja Pertamina yang ia nilai mampu melakukan efisiensi secara lebih baik dengan memberhentikan kontrak yang dilakukan melalui pihak ketiga.
Anggota dari Dapil NTB itu menyarankan pemerintah sebaiknya menyusun sebuah mekanisme pola harga BBM bersubsidi tetap. Dengan begitu, besaran kenaikan harga minyak dunia tidak akan membebani masyarakat mengingat tetap menggunakan harga BBM yang telah disubsidi pemerintah.
Instensitas kenaikan BBM yang terlalu cepat juga akan memberatkan masyarakat, ia meminta evaluasi kenaikan BBM sebaiknya dilakukan maksimal dua kali dalam setahun.