REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksekusi terpidana mati para bandar narkoba hingga kini urung dilaksanakan, meskipun Jaksa Agung telah mengatakan persiapan sudah mencapai 95 persen. Tarik ulur eksekusi terpidana mati ini pun membuat masyarakat dihadapkan pada kenyataan kurang tegasnya pemerintah terhadap penuntasan narkoba di Indonesia.
"Kenapa eksekusi bandar narkoba harus maju mundur? proses hukum mereka sudah selesai. Ini jadi tanda tanya besar bagi kita semua. Kesan di masyarakat, Pemerintahan Jokowi takut dengan para bandar narkoba dan pihak asing," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzzammil Yusuf saat dihubungi Republika, Selasa (31/3).
Ia menilai, publik melihat pemerintah lebih mudah mengeksekusi terduga teroris daripada terpidana bandar narkoba. Hal itu menurutnya, juga disebabkan adanya pengaruh pihak asing.
"Menghukum mati bandar narkoba diancam pihak asing, sedangkan menembak terduga teroris disanjung pihak asing," kata politisi PKS tersebut.
Dia juga mengatakan, tarik ulur ini juga akan berdampak pada efek jera para bandar narkoba. Dengan tidak adanya ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukuman, publik akan melihat Indonesia masih menjadi surga untuk peredaran narkoba.
"Coba kita lihat giliran terduga teroris belum dibuktikan kebenarannya dipersidangan sudah ditembak mati. Sedangkan bandar narkoba yang sudah jelas merusak lebih dari 4,2 juta jiwa korban anak bangsa ditunda-tunda. “ ujarnya.
Oleh karenanya, kata Muzzammil, publik saat ini tengah menunggu ketegasan pemerintah dalam menangani kasus yang merusak generasi bangsa tersebut. Ia pun meminta jangan karena HAM atau pesanan pihak asing membuat pemerintah menunda eksekusi itu terlalu lama.
“Publik menunggu ketegasan Pemerintahan Jokowi. Jika ini benar-benar dilakukan dengan tegas maka para bandar narkoba itu akan jera. Mereka akan berhitung ulang. Generasi bangsa kita akan terselamatkan," ujarnya.