REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar masih belum mampu menyelesaikan polemik internal yang menderanya. Hal ini bukan dinilai akan berdampak dan mempengaruhi keikutsertaan Partai Golkar dalam Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) serentak pada Desember mendatang.
Pengamat politik dari Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeirry Sumampow mengatakan belum adanya keputusan final bisa berakibat Golkar tidak bisa ikut Pilkada.
"Proses hukum masih berlangsung kan berarti Golkar tidak bisa bertindak apa-apa, termasuk ikut Pilkada," katanya kepada Republika, Sabtu (4/4).
Menurutnya, putusan sela yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengakibatkan Golkar tidak bisa mengeluarkan keputusan-keputusan strategisnya. Termasuk mengusungkan calon pada Pilkada. Terlebih keputusan final belum diputuskan terkait kisruh partai berlambang pohon beringin yang berkepanjangan ini.
"Kubu Agung Laksono, sebagai pengurus yang disahkan oleh Menkumham tidak bisa mengusung calon. Apalagi kubu Aburizal Bakrie yang tidak punya keputusan hukum yang mengesahkannya," jelasnya.
Jeirry menilai konflik internal sudah membuat Partai Golkar banyak mengalami kerugian. Salah satu kerugian besar adalah mereka terancam tidak bisa mengikuti Pilkada tahun ini.
Seperti diketahui, kisruh dualisme kepengurusan di tubuh Partai Golkar memasuki babak baru. Hal tersebut setelah PTUN memberikan putusan sela atas gugatan yang diajukan oleh Kubu Aburizal Bakri.
Dalam putusan sela, PTUN memerintahkan agar menunda pelaksanaan SK Menkumham atas kepengurusan Agung Laksono. Dengan putusan itu, maka kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta tidak bisa melakukan tindakan apa-apa alias vakum.