REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- PDIP disarankan tidak mempertahankan kadernya di kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang terlibat korupsi. Jika mempertahankan kader yang terlibat korupsi, sama saja PDIP menggali kuburnya sendiri.
"PDIP akan menggali kuburnya sendiri jika Megawati masih memilih pengurus DPP yang terlibat korupsi," kata Hifdzil Alim, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (8/4).
Menurut Alim, PDIP sebagai partai yang sudah senior dapat berkaca dari rontoknya Partai Demokrat makala para pengurusnya banyak tersangkut kuropsi dan harus berurusan dengan KPK.
"Partai Demokrat yang berjasa dalam 10 tahun akhirnya rontok dalam Pemilu 2014 yang lalu. Rakyat sudah meninggalkan partai yang berisi para koruptor," tandas Hifdzil.
PDIP, kata Alim, sebagai partai yang mendukung pemerintah harusnya juga mendukung Presiden Jokowi dalam mewujudkan nawacita. Salah satu isinya, pemberantasan korupsi.
"Sangat ironis jika PDIP tak mendukung pemberantasan korupsi yang menjadi agenda Jokowi dengan menempatkan kadernya yang terlibat korupsi dalam kepengurusan struktural DPP PDIP," katanya.
Alim menilai janji Megawati yang menyatakan pengurus DPP PDIP harus bebas dari kasus hukum, termasuk tidak terlibat korupsi merupakan janji politik saja. SehingAlim menilai sulit mempercayai janji tersebut.
Koordinator Anti Korupsi Yogyakarta, Tri Wahyu KH mengatakan konggres PDIP di Bali menjadi taruhan bagi partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut masih menjadi partai wong cilik atau partai yang melindungi koruptor.
"Kalau masih menjadi partai wong cilik, para pengurus DPP PDIP nantinya yang terpilih adalah kader-kader yang terbebas dari kasus korupsi. Jika masih menampung kader yang terlibat korupsi berarti PDIP menjadi partai yang melindungi koruptor," kata Tri.