REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gastronomi atau yang dikenal dengan ragam kuliner bisa menjadi senjata paling efektif untuk berdiplomasi dengan negara lain. Hal itu diungkapan Pengamat Manajemen Industri Ketering Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dewi Turgarini di Bandung, Rabu (8/4).
"Semua orang suka makanan, salah satu cara berdiplomasi ke dunia luar salah satunya melalui ragam gatronomi yang ada di Indonesia," kata Dewi.
Dewi mengatakan tahun 2014 Indonesia baru masuk penelitian tingkat dunia mengenai gastronomi, hal tersebut merupakan suatu ketertinggalan yang jauh.
"Padahal negara-negara di Eropa sangat menghargai kedatangan Indonesia pada sebuah ajang pameran di Bacelona, sebab bumbu dari Indonesia yang mempengaruhi budaya gastronomi dunia," katanya.
Makanan di Eropa, menurut Dewi hanya menggunakan bahan-bahan sederhana seperti bawang Bombay dan keju. Hal ini berbeda jauh dengan produksi rempah-rempah di Indonesia yang menjadikan gastromoni transionalnya kaya rasa.
"Sejarahpun membuktikan bahwa Indonesia mempunyai peran besar dalam mempengaruhi cita rasa dunia. Pemerintah juga harus memperhatikan budaya gastronomi sebagai salah satu modal pembangunan ekonomi dan pariwisata," katanya.
Pada Konfrensi Gastronomi yang diprakasai oleh University of Bacelona dan UNESCO tersebut, Dewi mengatakan merupakan ajang berbagi dengan negara lain bagaimana caranya mengembangkan gastronomi di negara masing-masing.
Ke depan, Dewi berharap bahwa budaya gastronomi tradisional Indonesia menjadi daya tarik baru pariwisata. Semua pihak harus bekerja sama dalam melakukan aksi cepat dalam melestarikan serta mengembangkan gastronomi tradisional agar berstandar internasional.
Pada Konferensi bertajuk "Culture, Tourism, Development: Tourism and Gastronomy Heritage-Foolscaps, Gastro Region and Gastronomy Tourism" tersebut hadir perwakilan dari 45 negara termasuk Indonesia yang mempresentasikan perkembangan gastronomi di negaranya masing-masing.