REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha memuji kinerja pemerintahannya dan mengatakan perubahan konstitusi diperlukan untuk menarik Thailand keluar dari krisis politik bertahun-tahun.
Dalam pidato di televisi memperingati enam bulan ia dipilih parlemen menjadi perdana menteri, Prayuth mengatakan pemerintahannya tetap pada rencana mengembalikan pemerintahan demokratis dan para jenderal tidak menyalahgunakan kekuasaan.
"Semua kerangka waktu yang yang telah saya tetapkan, saya tidak pernah menyimpang darinya. Saya tidak ingin terus berkuasa. Saya tidak pernah menerima keuntungan apapun, hanya beberapa pujian dan banyak kritikan," kata Prayuth yang memimpin kudeta pada Mei 2014 untuk menggulingkan pemerintahan Yingluck Shinawatra.
Prayuth mendapat kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena menggunakan pengadilan militer, mengancam lawan dan media, serta membolehkan penahanan tanpa dakwaan.
Darurat militer sudah digantikan bulan ini dengan pasal 44 konstitusi sementara buatan junta. Ia menolak kritikan tersebut dan mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk kebaikan birokrasi. Pemerintah asing, kata dia, memahami situasi sulit di Thailand.
"Mereka tidak khawatir. Mereka hanya minta kita menggelar pemilu segera," katanya dalam pidato sepanjang 90 menit itu," katanya.