REPUBLIKA.CO.ID,TERNATE -- Pelaku lembaga keuangan mikro (LKM) di kawasan Timur Indonesia terus menunjukkan performa membaik dalam berdaya saing untuk memberikan layanan keuangan bagi masyarakat yang belum terjangkau bank.
Hal ini terlihat dari salah satu LKM yang cukup berkembang di Ternate Provinsi Maluku Utara, Baitul maal Watammil (BMT) Yaumi.
Direktur Eksekutif Baitul Maal Watammil (BMT) Yaumi Nailul Amanah mengatakan, tidak mudah untuk mengelola suatu LKM mengingat risiko dari industri jasa keuangan ini cukup tinggi.
Meski demikian, berbekal kemampuan managerialnya sebagai eks bankir, Nailul mampu membangun unit usahanya ini hingga sekarang telah berhasil memiliki dua cabang di Halmahera Utara (Tobelo) serta Halmahera Timur (Subaim).
LKM BMT Yaumi yang berdiri sejak 2001 telah menjadi salah satu tumpuan masyarakat dalam akses keuangan.
Beroperasi sejak 14 tahun lalu, LKM ini telah mengelola aset sebesar Rp 2,5 miliar dengan jumlah nasabah 1.500 orang.
Pada Triwulan I 2015, BMT berhasil menyalurkan pmbiayaan hingga Rp 2 miliar dengan penghimpunan dana mencapai Rp 1,5 miliar.
Namun, meski beberapa tahun ini pihaknya mulai memperlihatkan kembali geliat LKM, Nailul menjelaskan, LKM BMT yaumi sempat mengalami kesulitan bersaing dengan koperasi dan Perbankan nasional.
Pasalnya, BKM Yaumi melakukan jenis transaksi mulai dari penarikan, pembayaran simpanan, dan proses lainnya mengandalkan rasa saling percaya.
“Ini menjadi salah satu kendala kami. Tapi kalau tidak menggunakan cara ini akan sulit bersaing,” ujar Nailul saat menerima kunjungan OJK, Kamis (23/4).
Kepala Kantor Perwakilan OJK Regional VI Sulampua, Bambang Kiswono mengatakan, beleid baru undang-undang LKM yang telah diterbitkan telah mengatur sejumlah instrumen dalam berbagai bisnis yang dijalankan LKM.
Pihaknya berharap geliat lembaga usaha mikro yang ada di kawasan Timur bisa menjadi percontohan apalagi mengingat besarnya potensi dari sektor ini.
OJK, lanjut Bambang, hingga saat ini belum memiliki data pasti jumlah definitif dari LKM yang beroperasi. Rata-rata secara nasional ada sekitar 350 ribu LKM yang terdeteksi.Untuk LKM di kawasan timur Indonesia belum direkap secara lengkap.
"Kendalanya sekarang memang kami masih sulit menghimpun data. Makanya diharapkan LKM bisa lebih aktif dan pemerintah di daerah juga bisa membantu proses pengawasan ini,"kata dia.