REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Dirjen Pajak Hadi Poernomo akhirnya datang memenuhi panggilan KPK, Kamis (23/4). Dia diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 1999.
Bekas ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu tiba di gedung lembaga antikorupsi pukul 09.50 WIB. Dengan mengenakan batik coklat dan peci hitam, ia enggan berkomentar terkait kasus yang disangkakan kepadanya. Namun, dia membenarkan bahwa pemeriksaannya terkait status tersangkanya.
"Ya diperiksa (sebagai tersangka)," kata Hadi sambil bergegas memasuki lobi gedung KPK, Kamis (23/4). Dia pun tidak mau berandai-andai atas kemungkinan penahanan terhadap dirinya. "Kita ikuti proses hukum di KPK saja."
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan, Hadi diperiksa sebagai tersangka terkait kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar tersebut. "Iya, hari ini penyidik kami (KPK) memanggil HP untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," ujar dia.
Hadi Poernomo hari dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 1999. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2002-2004.
Hadi telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 21 April 2014 dan telah dipanggil tiga kali untuk diperiksa sebagai tersangka namun tak pernah memenuhinya. Pada panggilan pertama, Kamis (5/3), dia tak memenuhi panggilan tanpa alasan yang jelas.
Kemudian pada pemanggilan kedua, Kamis (12/3) atau tujuh hari setelah pemanggilan pertama, dia beralasan sakit mendadak. Dan di pemanggilan ketiga, Hadi tak hadir dengan alasan sedang mengajukan gugatan praperadilan yang kini telah dicabutnya sendiri.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004. Ia diduga mengubah keputusan sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar.
Dia diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan BCA selaku wajib pajak pada 1999. Hadi juga diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA.
Akibat perbuatannya, KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.