REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengakui insentif pajak penghasilan atau tax allowance tidak akan bisa langsung ampuh mengurangi repatriasi dividen untuk menekan defisit transaksi berjalan.
"Mungkin belum segera di kuartal dua, tapi saya optimistis bisa terjadi di kuartal selanjutnya dengan sosialisasi yang intensif," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus, Jumat (24/4).
Pemerintah baru saja menerbitkan Peratuan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan di daerah-daerah Tertentu.
Dalam pasal 2 ayat 2 huruf C disebutkan, pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendan menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku.
Bobby menjelaskan, maksud dari pasal tersebut adalah bawha tarif PPh yang dikenakan kepada dividen yang digunakan untuk reinvestasi hanya 10 persen atau lebih rendah kalau ada perjanjian pajak antara Indonesia dengan negara domisili perusahaan induk.
Dia berharap peraturan ini dapat membuat perusahaan asing untuk melakukan reinvestasi dividen. "Karena fasilitas tax allowance ini mudah pengurusannya dan besar keringanan PPh yang diperoleh," ucapnya.
Proses pengajuan tax allowance ini lebih ringkas karena dilakukan satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebelumnya, suatu perusahaan harus mengurusnya ke beberapa kementerian terkait sebelum akhirnya ke BKPM sehingga bisa memakan waktu berbulan-bulan.
"Pengurusan tax allowance cukup di PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) BKPM. Hanya 25 hari kerja," kata Bobby.