REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video menakutkan menunjukkan detik-detik terjadinya longsoran bukit salju yang menimpa pendaki di base camp gunung Everest, setelah gempa Nepal.
Dilansir The Mirror, Senin (27/4), Pendaki Jerman Jost Kobusch yang berada di sana merekam bagaimana kamp tertutup salju di Himalaya. Sebuah gelombang besar salju dan puing-puing menerjang ke arah mereka dan para pendaki panik lari ke dalam tenda-tenda mereka.
Kobusch memposting rekaman itu di YouTube, hari ini, dimana ia menyatakan dirinya sebagai mantan anggota pasukan khusus di Jerman. "Tanah gemetar dari gempa dan kami melihat orang-orang berlarian, kami juga berlari untuk menyelamatkan hidup kami," kata dia.
Sesaat setelah itu, sejumlah pendaki mengirim tweets, menulis blog, gambar dan video dari base camp tersebut yang telah porak-poranda.
Pendaki Jon Kedrowski menulis dalam blog-nya dari base camp. "Gempa bumi mematahkan sebuah bukit es bergerigi dari punggung bukit dan terbanting, menciptakan angin dengan kekuatan badai yang meniup orang dan tenda sampai (sejauh) seratus langkah," tulisnya.
Pendaki lain dari kamp mengatakan, kejadian itu seperti dentuman dari sebuah ledakan nuklir.
Pada hari Minggu, gempa susulan yang besar terjadi lagi, mengirim batu-batu dan es menerjang sekitar kamp di gunung itu. "Satu lagi, kita mendapatkan gempa susulan lagi sekarang. Oh s *** ," teriak pendaki India Arjun Vajpai saat berbicara dengan Reuters melalui telepon dari Makalu, base camp Everest dekat Avalanche.
Jeritan dan raungan orang ditabrak badai salju bisa didengar melalui sambungan telepon tersebut.
Bencana hari Sabtu, lalu, datang beberapa hari setelah peringatan longsor Everest pertama yang menewaskan 16 pemandu mendaki di Nepal. Kecelakaan pada saat itu merupakan yang terburuk dalam sejarah Everest. Namun, kecelakaan terakhir ini membawa korban jauh lebih besar.
Pemba Nurbu Sherpa (34), salah satu anggota tim internasional yang mencakup Amerika Selatan dan India masih terkejut dengan kejadian yang dialaminya. "Kami kehilangan segalanya, air, peralatan dan tenda. Semua aku ditinggalkan, dan tinggal pakaian ini, coba Anda lihat," katanya sambil menunjuk jaket usangnya.
Pemba, yang juga mengalami cedera di kepala mengatakan, ia telah banyak makan asam garam dalam ekspedisi, meskipun ada tragedi tahun lalu tidak membuat dia berhenti mendaki. Namun, kejadian kedua bagi dia ini sangat menakutkannya. Mungkin ketiga kalinya dia akan mati.
"Ini terlalu berisiko, ada tekanan dari keluarga saya yang melarang saya pergi," katanya. "Tapi aku pergi, meskipun ada keberatan dari mereka."