REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan menilai ketidakhadiran Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi dalam sidang gugatan SK Menkumham atas kepengurusan Partai Golkar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin sudah tepat.
"Seorang ketua pengadilan tidak lazim didengar keterangannya di pengadilan lain. Ketika ketua pengadilan dipersoalkan keputusannya dan dipanggil ke persidangan, itu akan menurunkan wibawa," kata Maruarar Siahaan seusai menjadi saksi ahli dalam sidang sengketa kepengurusan Partai Golkar di PTUN Jakarta, Senin (27/4).
Menurut Maruarar, sebaiknya Muladi memang tidak datang menghadiri sidang PTUN. Pemanggilan Muladi dinilainya sebagai langkah keliru dan tidak pas. "Meskipun keterangan dia menjadi sangat penting, banyak cara untuk mendapatkan keterangan Pak Muladi, yakni bisa secara tertulis. Pak Muladi pun bisa menolak memberikan tafsiran atas putusan Mahkamah Partai Golkar," kata dia.
Pada sidang lanjutan sengketa Partai Golkar di PTUN Jakarta, Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi yang diundang datang untuk dimintai keterangannya seputar putusan Mahkamah Partai Golkar, menolak untuk hadir.
Muladi hanya menyampaikan alasan secara tertulis atas penolakannya hadir dalam sidang itu, yakni dirinya sebagai salah satu hakim Mahkamah Partai Golkar merasa tidak wajar apabila diminta hadir di PTUN. Selain itu tidak adil apabila hanya dirinya yang dimintai keterangan, sementara hakim Mahkamah Partai Golkar berjumlah empat orang.
Muladi menjelaskan putusan Mahkamah Partai Golkar bersifat final dan mengikat secara internal, dan tidak benar apabila dinyatakan tidak ada putusan yang diambil Mahkamah Partai Golkar. Menurut Muladi, perbedaan pandangan antara empat hakim harus dibaca sebagai satu kesatuan, karena putusan itu ditandatangani secara kolektif.
Muladi pun menegaskan dalam kesempatan terdahulu dirinya sudah pernah menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dari kubu Aburizal maupun Agung Laksono, sehingga sikap dan pandangannya baik terhadap Putusan Mahkamah Partai Golkar dan SK Menkumhaam sejatinya sudah tersurat dan tersirat dalam dua jawaban itu.