REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga kerja bongkat muat pelabuhan berniat melakukan mogok kerja pada 4 Mei mendatang. Rencana itu bakal diwujudkan jika perundingan yang dijadwalkan denga pemerintah pada 30 April mendatang menemui jalan buntu dengan pihak Federasi Serikat Pekerja Maritim Seluruh Indonesia (FSPMSI).
Sekjen FSPMSI, Syukur Ahmad, menjelaskan ancaman itu terkait dengan penolakan atas lahirnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal.
Syukur menegaskan adanya peraturan itu semakin berpotensi menambah 'penderitaan' bagi para tenaga kerja bongkar muat barang di berbagai pelabuhan. Penderitaan itu muncul karena peraturan tersebut memungkinkan badan usaha secara bersamaan melaksanakan bongkar muat, sedangkan pengelolaan tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan masih jauh dari sempurna.
''Peraturan itu hanya memperhatikan pemilik modal untuk melakukan penyelenggaraan dan pengusahaan bongkar muat dari hulu ke hilir,'' kata Syukur dalam keterangan tertulisnya yang diterima ROL di Jakarta, Senin (27/4) malam.
Syukur mengklaim saat ini terdapat belasan ribu tenaga kerja bongkar muat barang di berbagai pelabuhan di Pulau Jawa seperti di Tanjung Priok, Tanjung Mas, Tanjung Perak, dan Pelabuhan Gresik. ''Kalau satu jam saja kami mogok kerja maka kerugian seluruh pihak terkait bongkar muat bakal mengalami kerugian ratusan miliar rupiah,'' katanya.
Sementara itu data dari FSPMSI, sampai saat ini terdapat 87 primer koperasi tenaga kerja bongkar muat yang beranggotakan sekitar 150 ribu pekerja bongkar muat barang di seluruh pelabuhan di Indonesia yang sangat berkepentingan atas kesejahteraan taraf hidup mereka.