REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indonesia membantah terjadinya dualisme atau tumpang tindih pelayanan dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dalam memberikan perlindungan untuk tenaga kerja Indonesia (TKI).
Kepala Pusat Humas Kemenaker Indonesia, Suhartono mengatakan, Menteri Ketenagakerjaan Muhaimin Iskandar pada tahun 2010 lalu telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 14 tahun 2010, Isinya tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Dengan terbitnya Permenakertrans ini, polemik tentang dualisme dan tumpang tindih pelayanan TKI antara Kemenaker dan BNP2TKI telah selesai dan diakhiri. “Kemenaker sebagai regulator dan BNP2TKI sebagai operator atau pelaksana,” katanya kepada Republika, di Jakarta, Kamis (7/5).
Koordinasi dengan BNP2TKI diklaimnya terus berjalan diantaranya dalam hal sarana prasarana, regulasi, hingga penataan terminal bandara untuk TKI. Selain itu, kata dia, tata kelola penempatan dan perlindungan TKI juga terus dilakukan.
Ia menyebutkan peraturan pemerintah (PP) pengawasan TKI yang merupakan turunan Undang-Undang (UU) nomor 39 tahun 2004 telah ditandatangani Presiden Joko Widodo sejak 13 Februari 2015. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kinerja atas pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) pada semester II tahun 2014.
Hasilnya, BPK menemukan fakta bahwa pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam penempatan dan perlindungan TKI bermasalah. Pertama, undang-undang (UU) yang mengatur seluruh tahapan pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI sudah tersedia namun perlu penyempurnaan. Kelemahan pengaturan ini mengakibatkan berbagai masalah TKI belum dapat diatasi dengan baik.
Aturan yang BPK maksud adalah turunan peraturan kebijakan yaitu UU nomor 39 tahun 2004 mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri. Di UU tersebut sudah mengamanatkan turunan peraturan pemerintah (PP). Pemerintah sudah mengeluarkan lima PP, namun satu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) belum juga selesai yaitu pengawasan.
Persoalan kedua yaitu terdapat tumpang tindih aturan mengenai penempatan dan perlindungan TKI yang mengakibatkan kesimpangsiuran dalam proses penempatan dan perlindungan TKI. Aturan mengenai TKI bukan hanya diselenggarakan pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah (pemda).
Sehingga, seringkali di lapangan terjadi tumpang tindih antara dinas ketenagakerjaan dan instansi vertikal. Ketidakharmonisan wewenang juga terjadi pada BNP2TKI dan Kemenaker. Dualisme antara dua lembaga terjadi misalnya aturan Kemenaker yang menetapkan pendaftaran TKI harus melalui bursa tenaga kerja di Dinas Ketenagakerjaan daerah.