REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Politik, Ray Rangkuti, mengungkapkan wacana penunjukan perwira TNI sebagai penyidik merupakan bentuk reaksi keras dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai, keberadaan penyidik dari TNI bisa menimbulkan sikap hormat dan bersahabat oleh Polri.
“Ini reaksi keras terhadap sikap Polri yang terus mencari-cari kesalahan pimpinan dan anggota KPK. Sebab, tetap ada rasa tidak nyaman jika pekerjaan mereka selalu dibayangi ancaman pemidanaan yang bisa terjadi kapan saja. Setidaknya, kehadiran penyidik dari TNI akan membuat Polri lebih menaruh sikap hormat dan bersahabat,” paparnya kepada ROL, Jumat (8/5).
Menurut Ray, kondisi di atas wajar terjadi, karena dukungan pemerintah terhadap para penyidik KPK sangat lemah. Semestinya, lanjut Ray, ada komitmen dari para elit negara untuk bisa menengahi persoalan ini.
Lebih lanjut, Ray juga memandang permintaan KPK sebagai sesuatu yang positif. Sebab, selama ini KPK masih sering bergantung kepada penyidik dari kepolisian saat akan menuntaskan kasus tertentu.
“Padahal, seperti kita lihat, jika ada kasus yang menimpa oknum polisi, ketegangan antara Polri dan KPK selalu terjadi. Di sisi lain, KPK memiliki agenda utama membersihkan lembaga penegak hukum dari korupsi,” tambah Ray.
Menilik berbagai pertimbangan di atas, Ray kembali menegaskan bahwa adanya unsur TNI dalam jajaran penyidik KPK berpeluang menguntungkan KPK. “Sebaiknya pemerintah menyadari kondisi ini. Kedua belah pihak, baik KPK maupun TNI sudah menunjukkan komitmen agar tindakan pemberantasan korupsi tidak terhenti begitu saja.
Diberitakan sebelumnya, wacana perekrutan anggota TNI untuk menjadi penyidik di KPK berkembang setelah penyidik KPK, Novel Baswedan, ditahan oleh kepolisian, pekan lalu. Sementara, panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, mengakui bahwa pihaknya telah diminati secara langsung oleh KPK untuk mengisi jabatan di KPK. Jabatan sekretaris jenderal (sekjen) KPK tersebut ditawarkan kepada anggota TNI.