REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menilai konflik dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tidak akan melahirkan partai baru.
Indria mengatakan, meski saat ini konflik tersebut belum jelas kapan berakhir, ia menilai kader-kader PPP masih memiliki pertimbangan logis untuk bisa ikut dalam Pilkada serentak Desember mendatang.
"Untuk sekarang ini tidak mungkin terjadi. Sengketa kepengurusan sebenarnya didasari keinginan untuk bisa mengikuti Pilkada. Jika mereka pecah, partai pun tidak mungkin ikut Pilkada," ujarnya kepada ROL, Jumat (8/5).
Ia melanjutkan, jika partai pecah berarti akan ada pihak baru yang akan membentuk partai tersendiri. Sementara para kader sendiri sudah memahami sulitnya mendirikan partai baru.
"Selain soal dana, administrasi pembentukan partai baru juga tidak sederhana. Partai baru juga belum bisa mengikuti Pilkada, karena legalisasi partai yang ikut Pilkada ditentukan dari hasil pemilihan tahun sebelumnya," jelasnya.
Beberapa alasan di atas, kata dia, menjadi pertimbangan logis yang mendasari keputusan kader untuk tetap berada dalam partai. Menurut Indria, meski terpecah menjadi dua kubu, pilihan tetap berada di dalam partai dinilai lebih masuk akal.
Seperti diketahui, konflik kepengurusan di tubuh PPP telah bergulir sejak 2014 lalu. Kedua kubu pun sudah melakukan peradilan di jenjang mahkamah partai hingga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).
Namun, keputusan PT TUN belum keluar hingga saat ini. Keputusan PT TUN dibutuhkan untuk memastikan satu kepengurusan yang sah dan bisa mengikuti Pilkada 2015.