REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Filsafat Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sindung Tjahyadi mengingatkan wacana perekrutan penyidik dari TNI jangan sampai mengganggu independensi KPK.
Sindung menegaskan, KPK harus tetap mengedepankan kapabilitas, mentalitas dan integritas calon kepada calon penyidik.
"Publik sebaiknya tidak memandang wacana ini sebagai reaksi atas sikap Polri. Justru KPK harus tetap fokus untuk mencari penyidik yang memiliki kemampuan, moral dan integritas yang baik," tegasnya saat dihubungi ROL, Jumat (8/5).
Menurutnya, jika wacana merekrut penyidik dari TNI terlaksana, KPK tidak boleh terbuai dengan kondisi yang ada.
Sebab, tidak menutup kemungkinan kedekatan yang terjalin bisa berpeluang menyulitkan KPK dalam mengusut kasus korupsi yang terjadi dalam TNI.
Hal serupa juga disampaikan Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, saat dihubungi ROL secara terpisah. Menurut dia, wacana perekrutan penyidik yang dilemparkan KPK seolah membenturkan dua lembaga, yakni Polri dengan TNI.
"Kondisi seperti ini tidak boleh terus terjadi. Jika KPK memang membutuhkan penyidik, bisa merekrut dari luar, asalkan kualifikasinya memenuhi standar KPK," jelasnya.
Setelah Polri, lanjutnya, KPK sebenarnya memiliki opsi merekrut penyidik dari kejaksaan. Dia menyarankan, opsi tersebut dilaksanakan terlebih dahulu sebelum merekrut penyidik dari TNI.
"Sebab, kita tahu batasan ranah kerja antara KPK dan TNI berbeda. KPK berada di ranah sipil, sementara TNI berada di ranah militer. Jika TNI memiliki penyidik pun, ranah kerjanya lebih banyak menangani kasus militer, bukan sipil," tandasnya.