REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Wacana impor beras untuk memenuhi kebutuhan pada Ramadhan dan lebaran mendapat penolakan dari para petani pantura Jabar. Mereka menyatakan, impor beras akan menjatuhkan harga gabah sehingga membuat mereka merugi.
"Kalau impor benar jadi dilakukan, itu berarti pemerintah hura-hura,’’ ujar Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon Tasrip Abu Bakar kepada Republika, Selasa (12/5).
Tasrip mengatakan, dalam mengambil kebijakan, pemerintah harus memperhatikan nasib petani yang ada di bawah. Selama ini, petani harus mengeluarkan modal besar untuk menanam padi. Karenanya, pemerintah harus memberikan kesempatan kepada petani untuk menikmati harga gabah yang bagus.
"Kalau impor beras dilakukan, harga gabah petani akan turun. Petani jelas akan merugi,’’ kata Tasrip.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang. Dia menyatakan, impor beras dari luar negeri dipastikan akan membuat harga gabah petani menjadi anjlok.
"Kalau harga gabah anjlok, petani akan menjerit. Mereka akan protes kepada pemerintah,’’ tutur Sutatang.
Sutatang pun menilai, impor beras sebenarnya tak diperlukan. Pasalnya, produksi gabah petani saat ini cukup tinggi, yakni sekitar delapan ton per hektare. Itu berarti, stok gabah di tingkat petani sebenarnya berlimpah.
Namun, Sutatang mengatakan, jikapun impor beras terpaksa dilakukan, maka beras impor hanya boleh diperuntukkan untuk daerah-daerah tertentu yang kekurangan stok beras. Sedangkan untuk Jabar, stok berasnya berlimpah sehingga tak perlu dimasuki beras impor. "Tapi ini butuh pengawasan yang ketat,’’ tandas Sutatang.
Seperti diketahui, wacana impor beras ramai diberitakan di berbagai media massa dalam beberapa hari terakhir. Wacana impor beras itu muncul untuk memenuhi kebutuhan saat Ramadhan maupun lebaran mendatang.