REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengakui adanya upaya kuat dari lingkungan di luar Pertamina yang berupaya menggagalkan upaya pembubaran Petral sejak lama.
Sudirman menyebut, di masa pemerintahan Presiden SBY, kerap kali upaya pembenahan mafia migas ini hanya berhenti di meja kerja presiden.
"Itulah sebabnya ketika saya diundang oleh presiden sehari sebelum ditunjuk sebagai menteri. Beliau bertanya banyak hal termasuk soal mafia. Saya jawab, pak sebetulnya dahulu banyak kegiatan inisiatif baik dari pertamina namun selesai di sini. Di mana? Di kantor presiden, karena presiden tidak mendukung," jelas Sudirman, Ahad (17/5).
Sudirman menambahkan, yang terpenting adalah keteguhan seorang presiden untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh. Untuk Petral ini, dia menyebut, sudah sejak Januari tahun ini Pertamina mengalihkan fungsi pengadaan dari Petral kepada Integrated Supply Chain di bawah Pertamina. Selama tiga bulan penataan fungsi ISC, Pertamina disebut sudah lakukan penghematan sebesar 22 juta dolar AS atau Rp 250 miiar.
"Jadi sepanjang pemimpin lurus itu soal soal ini tinggal teknis saja. Jadi saat ini saya harus katakan. Upaya kita mendorong penataan suplai chain ini tidak lepas dari keteguhan presiden karena memang ini adalah transaksi besar yang melibatkan uang sangat besar dan dikaitkan untuk politik," ujar Sudirman.
Upaya pembenahan mekanisme pengadaan minyak mentah di dalam pertamina sangat penting karena Pertamina sendiri bertransaksi kurang lebih 150 juta dolar AS atau Rp 1,7 triliun dalam satu hari untuk mengimpor minyak mentah.
"Misal kalau kita impor sehari 500 sampai 600 ribu barel per hari dan kita bisa dapat diskon satu barel 1 dolar, itu anda bisa hitung kan. Nah ini jadi lahan di masa lalu di mana suasana masih gelap, dijadikan lahan untuk bermain main," lanjut Sudirman.