REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan berbagai pihak untuk terus mewaspadai banyaknya kapal buatan asing yang mengincar sumber daya laut termasuk komoditas perikanan di kawasan perairan Republik Indonesia.
"Bayangkan, ada 6.000 lebih kapal eks-asing yang masih berkeliaran di luar perairan Indonesia pascapemberlakuan moratorium," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Kamis (21/5).
Kapal-kapal itu, ujar Abdul Halim, dinilai bisa menjelma menjadi kapal-kapal baru yang kembali mencuri ikan dan menjarah sumber daya di perairan nasional.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan penenggelaman sebanyak 41 kapal penangkap ikan asing yang telah mencuri ikan di kawasan perairan Indonesia adalah untuk menjaga sumber daya laut nasional.
"Kami telah menyelesaikan proses hukum terhadap 41 kapal ikan asing," kata Susi Pudjiastuti di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (20/5).
Menurut Susi, dengan menjaga sumber daya kelautan dan perikanan maka diharapkan juga akan membawa kesejahteraan kepada nelayan tradisional di Tanah Air.
Selain itu, ujar dia, upaya tegas tersebut adalah untuk menegakkan kedaulatan terhadap kapal pencuri ikan asing yang telah menerobos batas kawasan perairan RI.
Puluhan kapal-kapal asing tersebut berasal dari sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Ia memaparkan, tempat penenggelaman kapal tersebar di berbagai daerah seperti 11 kapal di Bitung (Sulawesi Utara) dan 6 kapal di Pontianak.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Asep Burhanudin mengungkapkan, pada tahun 2015 sampai dengan tanggal 29 April, pihaknya telah memproses sebanyak 62 pelaku pencurian ikan.
"Jumlah itu terdiri dari 28 kapal perikanan Indonesia dan 34 kapal perikanan asing," kata Asep Burhanudin di Jakarta, Rabu (29/4).
Ia menjabarkan, dari 34 kapal ikan asing tersebut didominasi oleh kapal Vietnam sebanyak 19 kapal atau sebesar 56 persen dari keseluruhan kapal. Sedangkan kapal lainnya, ujar dia, adalah tujuh kapal Filipina, empat kapal Thailand, dan empat kapal Malaysia.