REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan (RUU Nelayan) harus memberikan kepastian iklim usaha guna mempermudah akses kepada pihak perbankan.
"RUU Nelayan perlu berikan kepastian untuk nelayan dan pembudidaya perikanan," kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Rabu (27/5).
Menurut dia, penyebab dari mengapa pihak perbankan enggan masuk ke sektor perikanan adalah karena sektor tersebut dinilai tidak memberikan kepastian usaha sebagaimana sektor-sektor lainnya.
Ia juga menginginkan agar instrumen RUU Nelayan yang sedang digodok DPR RI ini tidak hanya sekadar mengulang-ulang beragam hal yang terdapat di dalam UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Hal tersebut, lanjutnya, karena masing-masing peraturan perundang-udnangan dinilai telah memiliki fokus dan penitikberatan masing-masing.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyayangkan jumlah kredit yang dikucurkan pihak perbankan kepada nelayan tradisional di berbagai daerah di Tanah Air masih sedikit dibandingkan jumlah kredit yang dikucurkan ke sektor lainnya.
"Saya yakin jika 'financing' lembaga-lembaga keuangan ini bergerak, masuk, mendukung sektor perikanan dan kelautan itu pasti akan berhasil meningkatkan produksi dan ekspor hasil laut kita," kata Menteri Susi.
Menurut Susi, kredit yang disalurkan ke nelayan jumlahnya masih sangat sedikit. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit bank yang disalurkan ke sektor maritim baru mencapai Rp 17,6 triliun per Desember 2014.
Sedangkan porsi kredit ke sektor maritim hanya mencapai 0,49 persen dari total kredit yang disalurkan industri perbankan Rp 3.600 triliun.
Dari jumlah tersebut, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor kelautan dan perikanan terdiri atas sebesar 75 persen berupa kredit modal kerja dan 25 persen untuk modal investasi.
"Sektor usaha di bidang kelautan dan perikanan potensinya sangat besar dan itu membutuhkan pembiayaan yang sangat besar. Bisa masukkan kredit ke kegiatan penangkapan ikan, budidaya, pengolahan, pemasaran produk, wisata bahari, dan jasa pendukung lainnya," ujarnya.
OJK sendiri juga telah menargetkan pertumbuhan kredit di sektor kelautan dan perikanan pada tahun ini akan naik sebesar 67 persen atau akan naik menjadi Rp29 triliun pada akhir tahun 2015 ini.
"Tidak hanya perbankan berbagai perusaahaan pembiayaan juga mulai melirik sektor kelautan dan perikanan. Ada 12 perusahaan pembiayaan yang siap mengucurkan dana pada sektor kelautan dan perikanan dengan total Rp 500 miliar di tahun ini," ucapnya.