REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islah sementara yang telah disepakati Partai Golkar dianggap justru berpeluang menimbulkan konflik baru di tubuh partai berlambang pohon beringin itu.
“Karena islah hanya bersifat sementara atau parsial, tentu ada implikasinya. Nantinya, akan muncul pemikiran, pihak mana yang mendapat hak-hak tertentu atau pemikiran terkait kepentingan lain. Maka, akan timbul konflik baru di partai ini,” jelas pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh saat dihubungi ROL, Sabtu (30/5).
Jika kepentingan dan hak bisa sama-sama diakomodasi kedua belah pihak, ujarnya, konflik dipastikan tidak terjadi. Sebaliknya, jika ada hak dan kepentingan yang tidak bisa difasilitasi oleh salah satu atau kedua belah pihak, sengketa bisa sewaktu-waktu terjadi.
“Perlu diingat, soal pembagian hak dan akomodasi kepentingan itu bukan hal yang sepele. Ke depannya tetap ada intrik,” tambah Siti.
Dia juga mengingatkan, konflik bisa kembali menjadi konsumsi publik jika internal Golkar tidak sungguh-sungguh meredam ego masing-masing. Kepercayaan publik terhadap Golkar terancam semakin merosot. Sebab, masyarakat umum dinilai sudah lelah dengan konflik internal Golkar.
Sebelumnya diberitakan, kedua kubu Golkar yang sedang berkonflik telah sepakat melakukan islah sementara agar bisa mengikuti Pilkada serentak 2015. Kesepakatan itu dilakukan atas bantuan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Namun, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar versi Munas Ancol, Zainudin Amali, mengatakan islah sementara Golkar tidak ada. Ia mengatakan, hanya ada antara dua kubu Golkar untuk membahas kerja sama Pilkada. Pertemuan dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (30/5) sore.