REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi memperingati hari kesaktian pancasila Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) harus berhadapan dengan dengan aksi represif dari polisi. Beberapa mahasiswa harus menerima luka pukulan hingga berdarah. Seorang mahasiswi dinyatakan pingsan dan dua orang mahasiswa diamankan kepolisian.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM, Beni Parmula menegaskan, tindakan kepolisian sudah keluar dari aturan penanganan massa aksi. Beni mengutuk tindakan anarkis tersebut.
"Banyak kader kami yang luka, dan ada yang pingsan. Satu terkena peluru karet. Namun, saat ini mereka semua sudah berhasil kami amankan," ujar Beni melalui pesan elektroniknya kepada Republika, Selasa (2/6).
Beni mengatakan, aksi tersebut merupakan terusan dari aksi yang sebelumnya sudah dilakukan dalam rangka hari kebangkitan nasional pada 20 Mei, lalu. Selain memperingati hari kesaktian pancasila, aksi juga untuk meneruskan gugatan mereka atas kinerja Presiden Joko Widodo selama ini.
Masa yang bergerak, dan tetap menuntut adanya respon dari pihak istana tak gentar ketika pihak kepolisian menyuruh mereka untuk bubar. Namun, massa yang hendak bubar malah disemprotkan gas air mata dan terjadi bentrok.
Aksi yang digelar di depan Istana Negara tersebut akhirnya berakhir setelah beberapa mahasiswa dinyatakan tumbang dari medan aksi.