REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) enggan membuka lapak dagangannnya di beberapa titik di Kota Cimahi karena khawatir digusur oleh Satpol PP.
Salah seorang PKL di jalan Amir Machmud, Tagog, Aep mengaku heran dengan tingkah Satpol PP Cimahi. Mereka memberikan peringatan terakhir kepada para PKL secara tiba-tiba. Hal itu semakin membuat bingung para PKL karena tidak tahu harus berdagang di mana lagi. "Kalau dilarang, terus mau dagang di mana lagi," kata Aep, Selasa (2/6).
Terlebih, kata dia, peringatan yang disampaikan Satpol PP untuk tidak berdagang lagi di kawasan tersebut tidak menggunakan surat resmi sehingga ia meragukannya. Jika memang itu resmi dari pemerintah Kota Cimahi, kata dia, tentu ada suratnya. "Ya ini peringatannya berupa lisan saja," ujar dia.
Padahal, lanjut dia, pedagang seperti dirinya tidak mengganggu ketertiban dan tidak mengakibatkan kemacetan. Bahkan, ada pembinaan dari Pemkot Cimahi untuk para PKL tersebut. "Kami kan juga dibina sama Pemkot," kata dia.
Pemkot Cimahi, menurut dia, seharusnya memberikan kawasan alternatif untuk tempat berdagang para PKL. Sebab, kata dia, dagangan Aep yang berupa kuliner ini bisa mengharumkan nama Kota Cimahi.
Namun sayangnya, di Kota Cimahi tidak terdapat kawasan khusus untuk kuliner. "Kuliner di sini padahal bagus, orang-orang padahal banyak yang lewat sini untuk beli," kata pria yang sudah berdagang di Tagog sekitar dua tahun.
Selama ini, para PKL di kawasan Tagog selalu menggelar lapaknya pada malam hari. Banyak yang sudah bertahun-tahun berdagang di sana. Seperti Odi, misalnya.
Odi, yang sudah sekitar tiga tahun berdagang di sana pun mengaku kebingungan jika lapaknya harus dipindahkan. Jika dianggap mengganggu ketertiban, seharusnya penertiban PKL ini sudah dilakukan sejak dahulu. "Kenapa baru sekarang kalau memang mengganggu," kata dia.
Penertiban PKL telah membuatnya tidak bisa berdagang lagi. Tak hanya itu, penertiban tersebut juga mengakibatkan kerugian bagi para PKL dan menyulitkan mereka dalam menyambung hidup.