REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ahli dan peneliti politik yang berpusat di Al-Ahram Center, Mesir, Saeed Al-Lawindi mengatakan setelah lebih dari 4.000 serangan antiISIS dalam waktu kurang dari satu tahun, tidak logis koalisi negara besar pimpinan Barat tak bisa mengalahkan satu kelompok teror kecil.
Ketidakmampuan Barat itu seakan-akan ISIS memiliki kekuatan besar.
Serbuan AS pada 2003 ke Irak menjadi alasan utama meluaskan kelompok fanatik ISIS serta situasi kacau secara umum di Timur Tengah.
Pada Selasa (2/6), koalisi 24 negara pimpinan AS melawan ISIS mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Paris untuk melihat cara membantu Irak mengalahkan kelompok fanatik itu setelah jatuhnya Kota Ramadi.
Ketika berbicara kepada wartawan sebelum pertemuan itu, Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi mengeluh Irak tidak mendapat cukup dukungan dari koalisi. Ia menambahkan kemajuan ISIS di negaranya memperlihatkan kegagalan seluruh dunia.
"Serbuan AS ke Irak mengarah kepada hasil ini dan ISIS meluas serta menguasai makin banyak wilayah sehingga menimbulkan kekacauan regional dan membuat Irak serta negara Arab lain guncang," kata Al-Lawindi, Rabu (3/6).
Selama pertemuan itu, Perdana Menteri Prancis Laurent Fabius mengatakan koalisi menyadari menghadapi pertempuran jangka panjang.
"Amerika Serikat memandang ISIS sebagai alat yang menakutkan bagi negara Arab, yang selalu merujuk kepada Paman Sam untuk memperoleh perlindungan dan pembelian lebih banyak senjata AS," kata Al-Lawindi.
Ia menyampaikan kepercayaan kehadiran ISIS menguntungkan Barat secara umum, Amerika Serikat khususnya.