REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan saat ini tidak mudah untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden di Indonesia. Sebab kata Hamdan, pemakzulan sekarang tidak bisa hanya dengan beralasan seorang presiden melanggar sumpah jabatan.
Ditambah mekanisme pemilihan presiden sekarang adalah dengan pemilihan langsung oleh rakyat, bukan lagi melalui MPR.
“Untuk memakzulkan presiden sekarang tidak mudah. Kalau seperti memakzulkan Presiden Gus Dur dahulu kan yang dipersoalakan karena dianggap melanggar sumpah jabatan. Sekarang tidak semudah itu,” kata Hamdan, Kamis (4/6).
Meski begitu, kata Hamdan, presiden dapat saja dimakzulkan bila melakukan hal-hal yang merendahkan martabatnya sebagai presiden. Misalnya adalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau perbuatan pidana lainnya.
“Dalam UU presiden dapat dimakzulkan bila melakukan perbuatan tercela yang merendahkan martabatnya sebagai kepala negara,” ujar dia.
Satu hal lagi landasan hukum untuk memakzulkan presiden kata Hamdan adalah bila presiden tersebut melakukan pengkhianatan terhadap negara. Akan tetapi definisi pengkhianatan terhadap negara ini dinilai Hamdan juga punya makna yang cukup luas sehingga mempersempit kemugkinan untuk memakzulkan presiden.
Sementara apabila seorang presiden dimakzulkan, Hamdan menjelaskan bahwa tidak otomatis diikuti oleh pemakzulan terhadap wakil presiden. Sebab pemakzulan ini disebut Hamdan bersifat personal. Kecuali alasan pemakzulan terhadap presiden ini juga diikuti oleh wakil presiden secara bersama-sama.
“Apakah dalam pemakzulan wakil ikut atau tidak. Pemakzulan itu sifatnya personal. Bisa kepalanya saja bisa dua-duanya,” ungkapnya.