REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ratusan pemilik toko objek Wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali mengadukan PT. Alam Sutera Realty Tbk sebagai pengelola objek wisata tersebut ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) akibat dipersulit untuk mengakses fasilitas umum kawasan wisata tersebut.
"Selain ke Komnas HAM, kami juga melaporkan permasalahan ini ke Presiden RI, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) RI, Menteri Pariwisata RI, Menteri Dalam Negeri RI, Gubernur Bali, DPRD Bali, dan instansi lainnya melalui surat tertulis," kata Hendra Dinata, ketua perkumpulan pemilik toko Plaza Amata (PPTPA) di Denpasar, Senin (8/6).
Ia mengatakan, yang menjadi pokok permasalahan adalah kesewenangan PT. Alam Sutera Realty Tbk sebagai pengelola objek wisata yang tidak membiarkan pemilik toko untuk melalui jalan yang selama ini digunakan. "Pihak pengelola berkilah jika kami menggunakan jalan tersebut harus melalui surat tertulis kepada manajemen, itu menurut kami sangat memberatkan karena sejak membeli lahan tersebut beberapa tahun lalu, kami tidak pernah ada masalah mengenai jalan," kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Bhavana, Budi Kuswahjudi, selaku kuasa pemilik toko ketika melakukan transaksi menyayangkan tindakan pengelola GWK yang dinilai sewenang-wenang dan tidak menghargai hak-hak para pemilik toko. Padahal, mereka telah membeli toko di kawasan GWK beserta hak menggunakan fasilitas umum yang merupakan satu kesatuan dengan kawasan GWK.
"Sebelum masuknya investor baru PT. Alam Sutera Realty Tbk, hak pemilik toko diakui penuh dan tidak ada masalah soal akses jalan, ketika itu, pemilik toko bisa mengakses jalan dengan mudah karena merupakan jalan umum.
Budi Kuswahjudi mengatakan, pada saat tiga pemimpin GWK yang dulu, yakni Ida Bagus Sujana (Alm), Dewa Made Beratha (mantan Gubernur Bali), dan Putu Agus Antara, pro kontra sempat mereda, kepercayaan dunia usaha pun pulih, sehingga pembangunan GWK menggeliat cukup cepat bersamaan dengan pembangunan toko GWK.
"Saat itu pula diletakkan batu pertama pembangunan patung GWK setinggi 146 meter yang dihadiri mantan Presiden Megawati Sukarno Putri dan beberapa menteri terkait serta dihadiri pula oleh Sekjen PBB Nitin Desai, Perdana Menteri Cina Zu Rong Ji dan lain-lainnya," ujarnya.
Ia menambahkan, PT Bhavana Indonesia (BI) dan Perkumpulan Pemilik Toko Plaza Amata (PPTPA) juga mengingatkan pengelola GWK untuk berhati-hati dalam mengelola kawasan tersebut. "Cara manajemen GWK memperlakukan kami sudah sangat keterlaluan, selain menzalimi dan melanggar HAM, kami kawatir bisa memicu reaksi dan konflik yang merugikan pariwisata Bali yang berbasis pada budaya dan Agama Hindu, apalagi, nama GWK sendiri merupakan simbol Dewa yang sangat disakralkan.
Di sisi lain, ia menyesalkan arogansi dari pihak PT. Alam Sutera Realty Tbk karena tidak menanggapi keinginan pemilik toko untuk duduk bersama membicarakan hal-hal yang menjadi sengketa, termasuk diantaranya soal pembuatan pagar dan larangan menggunakan akses jalan yang ada. "Kami siap membawa proses ini ke pihak yang berwajib jika memang diperlukan nantinya," kata dia.