REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka akan melangsungkan pesta pernikahan pada 9 Juni mendatang di Solo, Jawa Tengah.
Seperti pada umumnya pernikahan keluarga penyelenggara negara lainnya, pesta ini dikhawatirkan rawan gratifikasi, baik berbentuk uang, kado, maupun hadiah lainnya dari para tamu.
Terkait itu, Pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji memaparkan, regulasi gratifikasi berlaku hanya bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Dalam Pasal 12 B ayat (1) UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 disebutkan, setiap gratifikasi dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bersangkutan. Lantaran itu, diharuskan agar melaporkan gratifikasi ke KPK.
Namun, kata Indriyanto, hal ini tidak lantas menutup kemungkinan bagi Gibran untuk menerima hadiah pernikahan, seperti layaknya pasangan pengantin biasa.
Sebab seperti diketahui, Gibran bukanlah seorang pejabat negara. Pria berusia 27 tahun ini merupakan pendiri dan pemilik perusahaan catering Chilli Pari, yang berbasis di Solo, Jawa Tengah.
"Regulasi gratifikasi sudah cukup jelas, jadi hanya PN (pejabat negara) saja dikenakan larangan gratifikasi. Jadi, sepanjang gratifikasinya adalah tergantung status putranya sebagai PN atau bukan," katanya kepada Republika, Senin (8/6).
Karenanya, lanjut pakar hukum pidana ini, Gibran sebagai pribadi tidak wajib melaporkan hadiah pernikahan yang diterimanya ke KPK. Calon suami Selvi Ananda ini, meskipun putra seorang presiden, masih merupakan warga biasa dengan segala haknya.
"Ia tidak terikat aturannya, bila bukan PN. Jadi, karena bukan PN, tidak terikat pelaporan tersebut," tandasnya.