REPUBLIKA.CO.ID, Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhamamdiyah Abdul Mu’ti menegaskan, pada saat ini Muhammadiyah memang dituntut melakukan transformasi gerakan Islam yang berkemajuan yang dahulu digagas KH Ahmad Dahlan. Bahkan, bisa disebut Muhammadiyah harus melakukan 'pembaruan nilai jihad' yang semenjak dahulu sudah secara terus menerus diusahakan.
“Kami ingin segera dapat merealisasikan mayarakat yang mempunyai budaya ilmiah dan mengendepankan nilai rasionalitas. Salah satunya adalah melakukan ‘jihad konstitusi’. Jadi, kami ingin transformasi Islam yang dahulu digagas KH Ahmad Dahlan perlu lebih dijadikan arus pengutamaan memasuki abad kedua ini. Istilahnya, kami kini melakukan ‘pelurusan arah kiblat’ bagi kehidupan bangsa ini,” kata Mu’ti.
Mu’ti menilai, paling tidak ada tiga hal yang perlu ditransformasikan gerakan Muhammadiyah pada saat ini. Pertama, meluruskan kualitas moralitas bangsa dan masyarakat yang kini menurun dratis. Hal ini sangat penting karena sebenarnya 'dekadensi' kehidupan yang sekarang terjadi lebih karena melunturnya sikap terhadap nilai kebaikan dan kejujuran.
Kedua, meluruskan pelaksanaan konsitusi negara. Ini dilakukan karena melihat begitu banyak aturan hukum dan perundangan yang dibuat dengan mengabaikan hak-hak rakyat yang dijamin oleh UUD 1945. Ketiga, meluruskan dan mengawal arah pembangunan bangsa agar tetap konsisten pada nilai dan cita-cita yang termaktub dalam konstitusi negara.
“Ketiadaan ketiga hal itu—moralitas, aturan hukum yang jelas, dan arah pembangunan—yang kini harus menjadi fokus perhatian Muhammadiyah. Perjalanan bangsa tak bisa lagi diserahkan pada selera pihak pemenang pemilu atau pilkada saja. Sebab, keadaannya kini memprihatinkan karena blue print negara untuk ke masa depan semakin lama kian tak jelas,” ujar Mu’ti.
Mu’ti menyadari, ada beberapa pihak yang tidak berkenan ketika Muhammadiyah melakukan transformasi jihad dengan pelurusan arah kiblat bangsa. Tapi, tindakan ini harus dilakukan demi menyelamatkan kehidupan generasi penerus dan eksistensi negara Indonesia pada masa depan.
“Kami sadar, misalnya, ketika melakukan judical review terkait aturan perundangan tentang pengelolaan kekayaan negara banyak pihak yang dirugikan, terutama para konglomerat dan pebisnis yang rakus. Namun, percayalah rakyat pasti setuju atas sikap kami sebab masalah pengelolaan negara memang tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar internasional yang serbaliberal,” tegasnya.