REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir, menilai ada unsur perencanaan dalam pembunuhan Angeline (8). Tersangka pembunuh Angeline layak untuk dijatuhi hukuman mati.
“Tersangka pembunuh Angeline layak untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Jika dalam konteks kasus ini yang bersangkutan melanggar pasal pembunuhan berencana, maka sanksi terberatnya adalah hukuman mati,” jelas Muzakir saat dihubungi ROL, Kamis (11/6).
Sanksi hukuman mati, lanjutnya, berdasarkan dua tindakan pelecehan seksual yang sempat dilakukan tersangka kepada Angeline. Menurut Muzakir pelecehan seksual membuktikan jika tersangka merencanakan terlebih dulu pembunuhan Angeline.
“Kalau ada pelecehan seksual, berarti ada proses sebelum terjadi pembunuhan.Terlebih ada pengakuan pembunuhan untuk menghilangkan jejak. Yang pasti, pembunuhan ini jelas sudah dirancang sebelumnya atau disengaja,” tambahnya.
Vonis hukuman mati juga berdasarkan fakta bahwa korban adalah anak-anak. Posisi anak, kata Muzakir, adalah pihak yang lemah dan tidak mungkin melakukan perlawanan. “Meski ada bukti penganiayaan di tubuh Angeline, tersangka hanya bisa dijerat dengan pasal pembunuhan berencana saja. Sebab, posisi anak tidak setara dengan orang dewasa, maka dia tidak bisa melawan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum tersangka pembunuh Angeline, Haposan Sihombing, mengatakan akan meminta kliennya, Agus Tai Hamdani untuk mengungkapkan adanya keterlibatan orang lain dalam pembunuhan tersebut. Dirinya menyadari adanya kejanggalan dalam pembunuhan Angeline. Diduga, ada keterlibatan orang lain dalam pembunuhan gadis cilik berusia 8 tahun tersebut.