REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan tersangka dalam kasus pembunuhan Engeline Margriet Megawe (Angeline) dinilai janggal. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menyebut ada empat kejanggalan yang bisa menyeret orang terdekat Engeline atas kematiannya.
Arist menyebut kejanggalan itu bermula sebelum bocah malang berusia delapan tahun itu ditemukan terkubur di pekarangan rumah ibu angkatnya, Margriet Christina Megawe. Kejanggalan ini mengarahkan adanya persekongkolan jahat dari ibu angkat ataupun orang terdekat di dalam rumah tersebut.
"Ada beberapa kejanggalan yang saya rasa mengindikasikan ada persekongkolan jahat orang terdekat baik ibu angkat atau keluarganya," kata Arist saat dihubungi ROL, Senin (15/6).
Pertama, Margariet sangat tertutup terhadap masyarakat. Kedua, tidak ada komunikasi dengan pihak sekolah mulai dari hilangnya Engeline. Selain itu, ketika dinyatakan hilang, keluarga angkat korban hanya mengabarkan lewat media sosial, tanpa melapor ke kepolisian.
Dan yang menonjol adalah sikap menolak bantuan, bahkan dari dua menteri yang datang ke rumahnya, yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi.
Kejanggalan dari pihak-pihak terdekat inilah yang dapat menunjukkan dugaan adanya persekongkolan jahat. Oleh karena itu, perlu adanya perkembangan yang lebih lanjut dari kepolisian. Agar kasus ini bisa menjadi lebih terang lagi.
Arist mengatakan, jika memang terbukti ada indikasi pembunuhan, tersangka bisa terkena pasal 340 KUHP. Ancamannya, yakni minimal seumur hidup dan maksimal hukuman mati.
"Maka dari itu kalau bisa dibuktikan tentu Pasal 340 tentang pembunuhan berencana akan mengancam dengan hukuman minimal seumur hidup dan maksimal hukuman mati," ujarnya.