Selasa 16 Jun 2015 19:51 WIB

Revisi UU hanya Akan Melemahkan KPK?

Indriyanto Seno Adji Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI)
Foto: Antara
Indriyanto Seno Adji Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dikhawatirkan akan melemahkan lembaga tersebut, khususnya terkait dengan kewenangan penyadapan.

"Saya belum paham dengan revisi UU KPK yang datangnya dari inisiatif DPR, yang tampaknya justru akan 'melemahkan' bahkan 'mengerdilkan' atau mereduksi kewenangan KPK, misalnya masalah penyadapan," kata pelaksana tugas (plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pada hari ini dalam rapat Badan Legislasi DPR RI, Menteri Hukum Yasonna Laoly menyatakan bahwa revisi UU masuk ke dalam Proyeksi Legislasi Nasional 2015 sebagai inisiatif DPR karena perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa ketentuan dalam upaya membangun negara yang bersih dan penguatan terhadap lembaga terkait dengan penyelesaian kasus korupsi yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

"Peninjauan itu terkait, pertama kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses 'pro-justisia'," kata Yasonna.

Padahal bila UU KPK terkait kewenangan penyadapan dilakukan malah berlawanan dengan kewenangan KPK saat ini.

"Bila hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses justitia justru tindakan 'wiretapping' ataupun 'surveillance' itu menjadi bagian dari tahap penyelidikan yang non-projustisia, artinya secara 'contrario', penyadapan pada tahap projustisia sama sekali tidak memiliki nilai lagi," tegas Indriyanto.

Bahkan dapat meniadakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang biasa dilakukan oleh KPK. "Konsep demikian justru akan meniadakan wewenang OTT," ungkap Indriyanto.

Hal lain yang akan direvisi adalah (2) peninjauan terkait kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung, (3) terkait perlu dibentuknya Dewan Pengawas, (4) mengenai pengaturan terkait pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan dan (5) penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial.

"Belum jelas juga apa maksud wewenang penuntutan disinergikan dengan kejaksaan," tambah Indriyanto.

Ia berharap pemerintah menunda usulan-usulan tersebut. "Sebaiknya, pemerintah menunda usulan-usulan ini untuk duduk bersama KPK membahas revisi inisiatif DPR ini," jelas Indriyanto.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement