Kamis 18 Jun 2015 15:12 WIB

'Kewenangan SP3 Berpeluang Lahirkan Mafia Peradilan di KPK'

Rep: C26/ Red: Bayu Hermawan
 Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemberian kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) menuai banyak penolakan.

Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menilai pemberian kewenangan itu dapat membuka peluang mafia peradilan di KPK.

Ia mengatakan SP3 sangat tidak diperlukan bagi KPK. Apalagi melihat tidak adanya kewenangan SP3 di KPK justru membuat lembaga ini berbeda dari instansi penegak hukum lainnya.

"Jika ada SP3 memunculkan peluang adanya mafia peradilan di lingkungan KPK," katanya saat dihubungi ROL, Kamis (18/6).

Emerson melanjutkan, selama ini KPK merupakan lembaga hukum istimewa yang khusus karena tidak memiliki SP3. Apalagi ini sudah menjadi trademark yang berbeda dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Dengan diberi wewenang tersebut, justru alasan eksistensi KPK dan pembedaan patut dipertanyakan. Selain itu wacana ini dianggapnya bisa berdampak pada intervensi politik yang bisa menjadi semakin kuat. Intervensi ini bisa mengacaukan kinerja lembaga anti korupsi ini.

Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki sebelumnya mewacanakan kewenangan penerbitan SP3.

Menurut Ruki, penguatan peran dan fungsi penasihat KPK dalam revisi Undang-Undang KPK dilakukan agar bisa memberikan izin untuk menerbitkan SP3 atau menghentikan proses penyidikan suatu perkara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement