Kamis 18 Jun 2015 15:49 WIB

ISIS Serang Houthi Yaman

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Winda Destiana Putri
Kelompok bersenjata ISIS   (ilustrasi)
Foto: EPA
Kelompok bersenjata ISIS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Kelompok bersenjata Yaman yang terafiliasi dengan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangkaian serangan yang menargetkan Masjid dan pusat kota Sanaa, Rabu (17/6).

Sekitar 50 orang dilaporkan tewas dan lainnya terluka dalam serangan terkoordinasi tersebut. Serangan setidaknya terjadi pada tiga Masjid dan biro politik gerakan Ansarullah Houthi di ibukota Yaman. Kelompok tersebut mengatakan serangan adalah balasan untuk Syiah Houthi yang saat ini mengendalikan Sanaa (mayoritas Sunni).

"Pasukan ISIS di Yaman, dalam operasi militer balas dendam pada Muslim murtad Houthi dengan meledakan empat bom mobil dekat pusat kegiatan Houthi," kata ISIS dalam pernyataan yang diunggah di dunia maya.

BBC melaporkan saksi melihat bom meledak ketika jamaah tiba untuk solat malam. Seorang saksi, Ali mengatakan korban luka bertebaran dimana-mana. Serangan tepatnya menimpa mesjid Hashush, Kibsi dan Al Qubah Al Khadra.

Pihak keamanan mengatakan Masjid-Masjid yang diserang adalah milik anggota Zaidi Syiah Islam. Ambulans memenuhi jalanan di selatan dan pusat kota seiring banyaknya korban yang berjatuhan saat menjelang Ramadhan tersebut.

Serangan bom ini terjadi saat pembicaraan damai di Genewa dihelat dalam upaya meredam konflik. Pertemuan tersebut diperpanjang hingga Jumat mendatang.

Wakil khusus PBB untuk Yaman, Ismail Ould Cheikh Amed dijadwalkan bertemu dengan delegasi kelompok oposisi di hotel Genewa. Pertemuan dijadwalkan setelah diplomat asal Mauritania tersebut melakukan pembicaraan dengan delegasi pemerintah Yaman.

Kontributor Aljazirah di Genewa, Hashem Ahelbarra mengatakan para delegasi kecewa dengan minimnya progres selama pembicaraan. Ahelbarra mengatakan Houthi menunggu jawaban dari wakil PBB untuk memulai pembicaraan dari pihak mereka.

"Mereka (PBB) tidak bisa membawa dua kubu maju kedepan atau setidaknya mengusulkan dan mengimplementasikan gencatan senjata demi kemanusiaan," kata Ahelbarra. Namun, PBB berharap bisa menyelesaikan perbedaan dua faksi tersebut dan menggelar gencatan senjata selama dua pekan agar bantuan internasional bisa masuk.

Houthi dan sekutu dari pasukan loyalis Presiden terguling Ali Abdallah Saleh setuju melakukan gencatan senjata. Namun mereka menolak mundur seperti yang diminta oleh pemerintah Abd-Rabbu Mansour Hadi yang didukung Saudi Arabia.

Houthi mengatakan mereka tidak bisa meninggalkan wilayah yang telah diambil alih karena Alkaidah bisa saja mengepungnya. Houthi meminta jaminan dari militer Yaman agar hal itu tidak terjadi.

Sementara Menteri Luar Negeri Yaman, Riad Yassin berulang kali menegaskan bahwa permintaan agar Houthi mundur tidak bisa diganggu gugat. "Kami meminta mereka mundur dari semua provinsi untuk memulai gencatan senjata," kata Yassin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement