REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai program pembangunan daerah pemilihan atau dana aspirasi mestinya sudah tidak dibahas.
Karena menurutnya, saat ini adalah masa desentralisasi atau otonomi daerah, yang berarti anggaran bisa langsung diserahkan ke daerah masing-masing.
"Pemerintahan harus review dulu rencana (dana aspirasi) itu dengan serius. Karena sekarang adalah masa desentralisasi. Biarkan daerah yang langsung mengelola dana itu," katanya pada Republika, Kamis (18/6).
Lagipula, jelas Siti, DPR tidak memiliki wewenang untuk mengeksekusi dana atau anggaran dari negara. Karena yang memiliki wewenang untuk mengeksekusi anggaran adalah eksekutif.
Karena itu, Ia menilai, sebaiknya anggota DPR menolak rencana dana aspirasi tersebut. Karena pada periode pemerintahan lalu, rencana ini juga pernah diajukan, namun tidak lolos.
"Jangan sampai anggota dewan 2014-2019 ini ternistakan hanya karena meminta dana ini," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi adalah wujud dari pelaksanaan tugas konstitusi DPR yang sudah diatur dalam undang-undang maupun sumpah jabatan legislator.
Penolakan terhadap dana aspirasi, menurutnya, berarti menolak konstitusi dan melanggar sumpah jabatan DPR.