REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan, persoalan Ambalat bergolak lagi karena kapal Malaysia ketahuan melintasi wilayah RI. Menurutnya perjuangan untuk mempertahankan Ambalat harus dilakukan secara de jure dan de facto. Namun Indonesia harus memiliki bukti legal Ambalat milik Indonesia.
Berdasar konvensi hukum laut PBB (United Nation Convention Law of Sea-UNCLOS) yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 1984, Ambalat diakui dunia internasional sebagai bagian dari wilayah Indonesia. "Perlu dipastikan apakah konvensi UNCLOS ini cukup," kata Sukamta, Jumat, (19/6).
Selain itu pemerintah, ujar dia, harus berusaha ada bukti fakta bahwa Ambalat memang milik Indonesia. "Kita harus belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan."
Penyebab Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI karena Indonesia kalah secara de facto dan de jure. Penduduk Malaysia secara fakta ada yang tinggal di Sipadan-Ligitan. Lalu Malaysia, menurut dia, melakukan kajian dan operasi intelijen terhadap aspek de jure Indonesia dalam hal Sipadan-Ligitan.
Mereka menemukan Indonesia tidak memiliki arsip-arsip yang cukup kuat terkait hal itu. Maka Malaysia berani membawa kasus Sipadan-Ligitan ini ke Mahkamah Internasional karena mereka merasa lebih kuat secara de jure dan de facto dari Indonesia.
“Jangan sampai kasus kalahnya kita secara de jure dan de facto terjadi lagi di Ambalat. Yang perlu diperkuat adalah fakta-fakta bahwa memang Ambalat adalah milik kita," ujar Sukamta.
Perkuat fakta fisik Indonesia di sana. Misalnya ada kilang minyak lepas pantai milik Indonesia di sana. Selain itu juga memperkuat arsip-arsip dan aspek legal yang cukup memadai tentang kepemilikan Ambalat.