REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II merekomendasikan agar temuan BPK terkait penggunaan anggaran di KPU, ditindaklanjuti ke ranah hukum. Ketua Komisi bidang Pemerintahan tersebut, Rambe Kamarulzaman menegaskan, temuan dana pengecualian di b-adan penyelenggara pemilu itu dinilai mencoreng legitimasi pemilihan umum.
Politikus partai Golkar itu mengatakan, KPU mestinya melakukan klarifikasi temuan tersebut. "Rekomendasinya sudah ada. Sebaiknya ditindaklanjuti ke ranah hukum. Ini kerugian negara," kata Rambe, saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/6).
Dikatakan olehnya, ada sejumlah kegiatan yang bakal tergang-gu terkait fungsi KPU atas temuan tersebut. Terutama meny-angkut Pilkada 2015. Rambe mengatakan, bagaimana keabs-ahan penyelenggara Pilkada, jika dari BPK ditemukan adanya dugaan penyimpangan anggaran.
Karena itu, Rambe mengatakan, Komisi II sudah membahas a-udit BPK tersebut bersama pemimpin di DPR. Hasilnya sementara, agar temuan BPK tersebut ditindaklanjuti ke ranah hukum. "Itulah nanti, hari Senin (22/6) nanti akan ada rekomendasi resmi dari DPR terkait temuan ini di paripurna," ujar dia.
BPK melaporkan hasil auditnya ke DPR atas kinerja KPU untuk tahun anggaran 2013-2014. Hasilnya, ditemukan pengguna-an anggaran senilai Rp 334 miliar dengan catatan pengecualian. Dari nominal tersebut, tercatat ada 14 macam jenis kegiatan KPU yang dinilai wajar dengan pengecualian.
Menananggapi temuan tersebut, Wakil Ketua KPU bidang Humas dan Sosial, Sigit Pamungkas menjelaskan, temuan BPK itu bukanlah hal baru. Sebab, audit internal soal temuan tersebut sudah diinventarisir.
Pun kata dia, sebenarnya temuan itu tak mengarah pada tata kelola anggaran di KPU Pusat. Melainkan kata dia temuan tersebut ada di lebih dari 297 KPU tingkat provinsi, kabupaten dan kota seluruh Indonesia. "Sudah 70 persen kita (KPU RI) meminta KPU daerah melakukan audit," terang dia, Jumat (19/6).
Ditanya soal rekomendasi Komisi II agar laporan BPK itu ditindak lanjuti ke ranah hukum, Sigit mengatakan, masih ada waktu menurut undang-undang selama 60 hari sejak laporan itu dilaporkan ke DPR, agar dugaan kerugian negara tersebut bisa terklarifikasi.