Senin 22 Jun 2015 12:18 WIB

Belajar dari Kisah Kematian Firaun

Al Azhar Memorial Garden
Foto: Al-Azhar Memorial Garden
Al Azhar Memorial Garden

REPUBLIKA.CO.ID, Masih ingat cerita Firaun tenggelam di laut ketika mengejar Nabi Musa as? Ada riwayat yang mengatakan bahwa ketika nyawa sudah sampai dikerongkongan, Firaun mengucapkan keimanannya. Sayang sudah terlambat. Malaikat menjejalkan lumpur kemulutnya dan mengambil nyawa Raja lalim itu dengan paksa.

Bagi orang-orang durhaka, kematian adalah sebuah hukuman, dimana melalui kematian, Allah menimpakan azab untuk dijadikan pelajaran bagi mereka yang hidup (Surah Al Maidah : 106), seperti halnya yang menimpa Firaun dan orang-orang yang menzalimi RasulNya.

Bagi orang yang mengalami kematian dan keluarga yang ditinggalkan, musibah kematian dapat menjadi ujian tapi dapat juga menjadi azab bagi keluarga yang ditinggalkannya. Bagaimana membedakan apakah kematian itu suatu ujian, atau suatu azab yang ditimpakan pada manusia?

Kematian merupakan ujian atau cobaan, apabila kematian tersebut menimpa kepada seorang mukmin, dengan ciri-ciri yang menyertai kematiannya:

1.Bagi orang mukmin musibah dipandang sebagai bagian dari proses yang sudah tertulis dalam takdir Allah SWT serta menjadi kodrat mahluk bernyawa untuk merasakan kematian, mereka menerima dengan lapang dada, ikhlas dan ridha dengan ketentuan sang Khalik. Sebagaimana Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 35, bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan mati.

2.Mukmin memandang musibah kematian sebagai sarana menambah amal ibadah dan mendekatkan diri ke Allah SWT, karena mereka sadar bahwa musibah merupakan cara sang Khalik dalam membedakan mana  yang beramal lebih banyak, mana justru makin sedikit amalnya, sebagaimana Al-Quran Surat Al Mulk yang berbunyi: Allah yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS. Al-Mulk: 2).

3.Ketika keluarga atau orang tercinta meninggal dunia, mukmin menghadapinya dengan tawakal, tidak menangis meraung-raung dan marah menyalahkan keadaan. Karena meski diperbolehkan menangis, Rasulullah melarang meratapi kematian dengan berlebihan, sebagaimana hadis “Bukanlah dari golongan kami orang yang menampari pipi (ketika ditimpa kematian), merobek pakaian dan yang mengeluh serta meratapi seperti kebiasaan jahiliah.”(HR. Muslim)

4.Orang mukmin yang meninggal dunia akan mendatangkan doa keselamatan yang tulus bagi jenazah dari mereka yang mencintainya. Riwayat pernah menceritakan tentang seorang Sufi bernama Uwais Al Qarni, beliau sangat taat kepada ibunya dan memelihara ibadahnya hingga akhir hayatnya. Rasulullah menyebutnya sebagai 'penduduk langit, dimana ia sangat terkenal diantara para malaikat.

Ketika wafat Uwais Al Qarni menggemparkan kota Yaman, karena semasa hidup ia bukan siapa-siapa dibumi  dan dikenal sebagai fakir miskin, jenazahnya didatangi oleh ratusan orang setiap harinya untuk menshalatkannya . Mereka yang datang menshalatkan tak lain adalah para malaikat yang mengagumi kesolehannya.

5.Salah satu ciri orang mukmin ketika menjelang ajalnya akan terlihat mempertajam keimanannya melalui intensitas amal ibadah yang kian meninggi. Sebagaimana Rasulullah bersabda : "Dia akan memberinya petunjuk untuk melakukan kebaikan ketika menjelang ajalnya, sehingga tetangga akan meridhainya (atau ia berkata) orang sekelilingnya." (Hadits Riwayat Al-Hakim). (ADV Al Azhar Memorial Garden)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement