REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PB Nahdlatul Ulama (NU) mengatakan pemerintah baik pusat maupun daerah harus membayar semua janji-janjinya yang disampaikan kepada masyarakat. Ketua Panitia Muktamar PB Nahdlatul Ulama (NU), M Imam Aziz mengingatkan agar berhati-hati dalam berjanji, termasuk pemimpin negara.
"Kita ingin pemerintah baik pusat dan daerah, orang harus hati-hati janji karena akan ditagih. Istilah di NU itu janji itu utang, harus dibayar," kata Imam usai menemui Wapres JK di kantor Wapres, Jakarta, Senin (22/6).
Sebelumnya, Forum Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang pemimpin yang tidak boleh ditaati apabila melegalkan sesuatu yang dilarang agama dan atau melarang sesuatu yang diperintahkan agama.
"Pada dasarnya, jabatan merupakan amanah yang pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah," kata Ketua Tim Perumus Komisi A Muh Zaitun Rasmin di Tegal, Rabu (10/6).
Fatwa itu sendiri telah disepakati oleh para ulama MUI dari berbagai ormas Islam. Poin tentang pemimpin yang tidak boleh ditaati itu diharapkan dapat menjadi panduan masyarakat yang mengalami keraguan dalam beragama.
Sementara itu, Zaitun mengatakan seorang pemimpin dituntut untuk menaati janjinya saat kampanye. Apabila pemimpin tersebut ingkar maka dia masuk dalam kategori berdosa dan tidak boleh dipilih kembali di periode pemilihan berikutnya. MUI, kata dia, akan terus memberikan tausiyah bagi pemimpin yang mengingkari janji dan sumpahnya.
Wakil Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan fatwa tersebut merupakan salah satu poin dari pembahasan tentang hukum kedudukan pemimpin yang tidak menepati janjinya.