REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyebut sejak dulu pesawat Hercules milik TNI sudah dikomersilkan. Namun, komersialisasi itu selalu diingkari.
Khairul menuturkan, Hercules sejak dulu dimanfaatkan untuk kepentingan sipil. Awalnya, pesawat militer tersebut digunakan untuk menembus kawasan terisolir karena penerbangan perintis belum sebanyak sekarang.
Selain itu, Hercules juga kerap digunakan untuk membantu mensukseskan program pemerintah, seperti mengangkut transmigran dan membawa logistik darurat. Namun, belakangan Hercules dikomersilkan dengan biaya sangat murah.
Karena bukan penerbangan komersial berjadwal, non reguler dan tetap berstatus misi, sambung Khairul, maka wajar saja jika penumpang sipil terpaksa harus maklum dengan rute penerbangan yang kadang tak segaris atau bahkan tak ada kejelasan waktu. Misalnya, hendak terbang ke Pekanbaru tapi pesawat mampir dulu ke Kalimantan.
"Tapi fakta-fakta komersialisasi Hercules itu selalu diingkari. Begitu pula komersialisasi kapal-kapal TNI AL, maupun truk-truk TNI. Otoritas menyebut para penumpang sipilnya sebagai 'keluarga' prajurit," kata Khairul lewat pesan singkat pada ROL, Jumat (3/7).
Pascamusibah Hercules A-1310 di Medan yang menewaskan ratusan korban sipil, kata Khairul, barulah muncul polemik soal santunan dan perlindungan sosial bagi penumpang sipil. Padahal, dengan penerbangan tipe Hercules, mereka tentu tidak dilindungi regulasi penerbangan komersial dan perjanjian pengangkutan udara seperti asuransi.
Akibatnya, saat terjadi musibah, nasib penumpang tidak lebih baik dari para korban kecelakaan pesawat komersil yang keluarganya mendapat santunan hingga ratusan juta. Menurut Fahmi, polemik soal santunan bagi warga sipil yang ikut dalam penerbangan militer juga pernah terjadi pascatragedi jatuhnya Hercules A-1325 TNI AU di dekat Pangkalan Udara Iswahyudi Madiun pada Mei 2009 lalu.
"Pertanyaannya, sampai kapan para keluarga Hercules ini dibiarkan dan yang berwenang tutup mata?" ujar Khairul.