Selasa 07 Jul 2015 13:24 WIB

Pengamat: Kurang Anggaran Diduga Picu Komersialisasi Aset Militer

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bilal Ramadhan
Personil TNI bersama Petugas PMI dan Basarnas melakukan evakuasi puing-puing pesawat Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, Rabu (1/7).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Personil TNI bersama Petugas PMI dan Basarnas melakukan evakuasi puing-puing pesawat Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fakta-fakta komersialisasi aset milik TNI kembali mencuat ke publik pasca musibah jatuhnya pesawat Hercules A-1310 TNI AU di Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Pengamat militer Khairul Fahmi menduga, komersialisasi aset TNI terus terjadi karena dipicu kurangnya anggaran di tubuh instansi tersebut.

Menurutnya, praktek komersialisasi aset di lingkungan TNI tidak semata-mata didasari motif mencari keuntungan pribadi. Khairul, yang juga pengamat di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam diskusi dan dialog dengan sejumlah perwira lapangan, mereka kerap mengeluh soal banyaknya kegiatan tetap di TNI yang tak didukung dengan anggaran memadai dari pemerintah.

Dia melanjutkan, banyak pos anggaran di TNI yang pada prakteknya tidak bisa menjangkau tingkatan taktis di lapangan. Kondisi ini membuat para pimpinan di lapangan harus putar otak mencari dana tambahan agar kegiatan tetap dapat terlaksana tanpa harus mengutak-atik pos anggaran yang bisa menuai masalah hukum.

"Jadi, penggalangan dana yang kemudian lazim disebut sebagai dana taktis, dana komando atau dana atensi ini sebenarnya salah satu dampak dari tidak memadainya sistem keuangan negara dalam menjangkau kebutuhan anggaran militer," katanya melalui keterangan tertulis pada ROL, Selasa (7/7).

Penerbangan Hercules untuk warga sipil, menurut Khairul, hanya satu contoh kecil dari komersialisasi aset militer. Selain kapal, truk bahkan bus yang biasa digunakan untuk angkutan antar jemput personel, konon kerap dipakai untuk mencari tambahan pendapatan. Bukan cuma kendaraan, tenda pasukan dan alat berat kabarnya juga disewakan untuk kegiatan komersil.  

Bahkan, lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan TNI tak jarang pula melaksanakan pendidikan titipan. Pelatihan-pelatihan yang dikemas sebagai pendidikan kedisiplinan atau sekedar pelatihan baris berbaris yang melibatkan pihak lain, baik organ pemerintah, swasta maupun Ormas kerap digelar, dengan indeks biaya yang pastinya memasukkan perhitungan sewa tempat, honor instruktur, pengajar maupun penggunaan fasilitas lainnya

Praktek-praktek komersialisasi ini, sambung Khairul, seolah sudah menjadi tradisi karena para senior atau pejabat terdahulu juga melakukannya. Dia mengatakan, fakta komersialisasi aset militer itu merupakan sebuah persoalan yang membutuhkan solusi.

 

"Musibah kemarin bisa momentum awal untuk membuat terobosan dalam sistem keuangan negara agar mampu menjangkau kebutuhan riil di lapangan, sekaligus juga memikirkan mekanisme pengawasannya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement