REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementrian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir menyampaikan pihak Kementrian Luar Negeri belum bisa mengkonfirmasi terkait dua mantan pilot asal Indonesia yang tergabung dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Kami mengetahui informasi ini juga dari berita tadi pagi. Saat ini kami sudah menghubungi pihak keamanan seperti Polri, BNPT dan Densus 88 untuk konfirmasi kedua kasus ini," ujar Tata sapaan akrab Arrmanatha di Kantor Kemenlu, Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (9/7).
Menurut Tata, pihak keamanan Indonesia mempunyai kemampuan memonitor WNI yang terlibak kelompok radikal. Namun, karena jumlahnya yang cukup banyak dan tidak semua terverifikasi menjadi satu tantangan yang dihadapi Indonesia.
"Untuk data kami masih belum bisa memastikan. karena jumlah yang berbeda-beda sulit untuk mengetahui," kata Tata menerangkan.
Bahkan, sambung Tata, bukan hanya di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Negara maju seperti Inggris pun kesulitan menghadapi warga negaranya yang bergabung dengan kelompok radikal tersebut.
"Makanya harus saling membantu menghadapi warga negara yang ikut paham radikal dan merupakan tantangan kita. banyak pihak yang memonitor gerak setiap orang yang dipandang terlibat gerakan radikal," ucapnya.