Kamis 09 Jul 2015 22:10 WIB

Jokowi: Masalah Ekonomi Lebih Penting daripada Reshuffle

 Presiden Joko Widodo memasuki mobil seusai menghadiri buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/7).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo memasuki mobil seusai menghadiri buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengatakan memberikan perhatian besar pada masalah ekonomi. Sebab menurutnya masalah itu lebih penting daripada masalah perombakan (reshuffle) kabinet.

"Ada masalah yang lebih penting yaitu masalah ekonomi," kata Presiden Jokowi dalam dialog dengan akademisi bidang ekonomi dan pelaku usaha di Jakarta, Kamis (9/7).

Presiden Jokowi mengaku senang karena para akademisi dan pelaku usaha juga memandang ekonomi sebagai masalah yang harus mendapat perhatian.

"Saya senang sekali hari ini semuanya bertanya masalah ekonomi, tidak ada yang tanya masalah reshuffle," ujarnya.

Hadir dalam acara itu antara lain Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution, Ketua Umum Kadin Indonesia Bambang Sulistyo, sejumlah pejabat negara dan direksi BUMN.

Presiden menyebutkan salah satu masalah ekonomi yang saat ini sedang ditangani adalah upaya menurunkan biaya logistik di Indonesia yang 2,5-3,0 kali lipat dari negara tetangga.

"Karena itulah kita membangun 24 pelabuhan, membangun Jalan Trans Sumatera, menyelesaikan proyek tol yang mangkrak," katanya.

Pemerintah ingin menurunkan biaya transportasi atau logistik yang saat ini tidak kompetitif dengan negara tetangga.

"Sampai tiga kali lipat dibanding negara tetangga, menurut saya, itu sudah kebangetan sekali," ucapnya.

Menurutnya, semua harus diselesaikan dengan cepat sehingga ia marah waktu di Pelabuhan Tanjung Priok, ternyata target yang ditetapkan tidak tercapai.

"Beberapa bulan sebelumnya sudah saya berikan target tolong dweeling time di sini dipersingkat, saya tidak minta seperti di Singapura, tapi di bawah lima hari," katanya.

Ia menyebutkan saat dirinya ke Tanjung Priok ditunjukkan monitor-monitor, dan laporan kesiapan melayani eksportir dan importir.

"Yang saya tahu monitor-monitor itu sehari sebelumnya tidak ada. Marah besar saya ada di situ," katanya.

Selain itu, ia marah karena tidak ada jawaban atas pertanyaan instansi mana yang paling lama dalam pelaksanaan tugasnya.

"Saya tanya sampai lima kali tapi tidak ada jawaban," katanya. Presiden menyebutkan pemerintah akan terus berupaya menurunkan biaya logistik, ongkos distribusi dan transportasi.

"Semua karena kita memang tidak efisien. Itung-itungannya, di pelabuhan itu kita boros hingga Rp740 triliun," kata Presiden.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement