Rabu 15 Jul 2015 08:20 WIB

Dua Kubu PPP Beda Pendapat Soal Ide Muktamar

Rep: Agus Raharjo/ Red: Erik Purnama Putra
  Ketua Umum PP versi Muktamar Surabaya Muhammad Romahurmuziy menghadiri Musyawarah Wilayah VII PPP di Medan, Sabtu (25/4).
Foto: Antara
Ketua Umum PP versi Muktamar Surabaya Muhammad Romahurmuziy menghadiri Musyawarah Wilayah VII PPP di Medan, Sabtu (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ide untuik menggelar muktamar baru tampaknya akan mengalami kesulitan. Sebab, dua kepengurusan yang berkonflik di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) beda pendapat soal ide muktamar baru itu.

Wakil Ketua Umum PPP hasil muktamar Jakarta, Fernita Darwis mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah senior partai berlambang Kabah untuk menyelesaikan konflik dualisme PPP. Kepengurusan Jakarta, kata dia, siap jika memang senior PPP menginginkan jalan islah dengan membuat muktamar baru.

Selama, ide itu diinisiasi senior atau sesepuh partai, Djan Faridz beserta pengurus hasil muktamar Jakarta akan siap. “Kita prinsipnya siap, selama itu permintaan senior, terlebih permintaan Mbah Moen atau Pak Hamzah Haz,” kata Fernita kepada Republika, Selasa (14/7).

Namun, imbuh Fernita, jangan sampai ide muktamar baru ini kandas karena cacat hukum. Jadi, penyelenggaraan muktamar baru harus didasari dengan landasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Hal itu terkait urusan teknis di lapangan dan soal persiapan penyelenggaraan muktamar baru ini. Mulai dari siapa pengurus yang akan menjadi panitia, landasan hukum mana yang akan digunakan, bagaimana cara memenuhi syarat 2/3 kehadiran cabang di muktamar nanti.

“Jangan sampai muktamar baru ini cacat hukum lagi, teknisnya tidak semudah yang dibayangkan, jangan menimbulkan celah digugat lagi,” imbuh Fernita.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PPP hasil muktamar Surabaya, Ainur Rofiq mengatakan pihaknya siap jika diajak komunikasi untuk menyelesaikan persoalan di PPP dengan para senior. Namun, untuk menyelesaikan konflik di partai Islam tertua di Indonesia ini, pihaknya berharap tidak menimbulkan konflik baru.

“Jangan hanya mengusulkan ide penyelesaian konflik yang membuat potensi masalah baru untuk PPP,” katanya.

Ainur menambahkan, harusnya penyelesaian konflik PPP dilakukan dengan cara duduk bersama untuk membahas bersama jalan penyelesaian. Kalau ide menyelesaikan masalah itu justru membuat masalah baru, maka tidak perlu dilakukan. Terlebih, ide muktamar baru ini belum jelas landasan hukumnya. “Kalau darikami simpel, landasan hukmnya bagaimana, pesertanya siapa,” katanya.

Terlebih, ide muktamar ini belum jelas. Menurut Aunur, kalau ini ide dari senior di PPP, mengapa justru saat rapat pimpinan nasional PPP di Bidakara kemarin senior PPP juga hadir tapi tidak membicarakan ide ini. Jadi, pihaknya tidak mengerti soal ide muktamar baru ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement