Sabtu 18 Jul 2015 01:45 WIB
Penyerangan Masjid di Papua

Demokrat Kecam Pembakaran Masjid di Papua

Hinca Panjaitan
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Hinca Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat mengecam aksi pembakaran masjid dan penyerangan terhadap warga yang tengah menunaikan salat Idul Fitri di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7) pagi.

"Partai Demokrat mengecam setiap bentuk intoleransi," tegas Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.

Hinca melanjutkan, Partai Demokrat juga meminta pemerintah segera bertindak cepat untuk mengusut kasus tersebut agar efek dari kasus tersebut tidak meluas. Selain itu para pelaku kasus pembakaran masjid juga harus ditindak tegas.

"Negara harus bertidak cepat dan merespons dengan bijak peristiwa tersebut, jangan hanya beropini. Tindak setiap pelanggaran hukum sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku," katanya.

Ia pun menyayangkan peristiwa tersebut bisa terjadi, disaat umat muslim tengah merayakan hari kemenangan. Menurutnya, seharusnya aparat intelijen sudah bisa mendeteksi bakal ada tidaknya gangguan keamanan, disetiap perayaan hari besar keagamaan.

"Karena negara atau pemerintah itu adalah pihak yang paling tahu rencana warga negaranya. Karena mengetahui, maka seharusnya bisa mencegahnya sedini mungkin," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Masjid di Kabupaten Tolikara dibakar umat Nasrani menjelang shalat Ied, sekitar pukul 07 00 WIT, Jumat (17/7).

Humas Polri Kombes Agus Rianto mengatakan, kasus itu bermula saat umat Islam Karubaga Kabupaten Tolikara hendak menjalankan shalat Idul Fitri.

Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak. Umat muslim yang hendak shalat sontak kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan. Sepeninggalan umat muslim itu, Masjid tersebut dibakar. 

"Saat itu ada yang berteriak, lalu umat muslim itu yang hendak shalat itu langsung melarikan diri ke koramil," kata Agus kepada Republika, Jumat (17/7).

Setelah pembakaran terjadi, aparat kepolisian setempat langsung mengusut kasus tersebut. Sampai kini, belum ada kabar terbaru dari kepolisian Papua tentang barang bukti  pembakaran Masjid.

Mengenai surat larangan shalat Ied di Tolikara, kepolisian masih dalam tahap penyelidikan. Bahkan, untuk pengusutan kasus itu secara tuntas, kepolisian juga akan meminta keterangan Polres Tolikara yang menjadi tebusan dari surat larangan.

"Kita masih tunggu informasi selanjutnya dari Papua," kata dia.

Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, inti persoalan adalah jemaat nasrani merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan shalat ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum.

Mereka kemudian meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan shalat ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Saat itulah kelompok nasrani melempari masjid dengan api hingga terbakar.

Kepolisian Papua melaporkan, selain Masjid, enam rumah dan 11 kios dilaporkan ikut terbakar. Kepolisian setempat sudah mengamankan kondisi dan terus menyelidiki latar belakang persoalan.

Selain itu, kepolisian juga menghimbau masyarakat Tolikara dan sekitaranya untuk menahan diri dan tidak terprovokasi dengan isu yang beredar.

"Kami mengajak, mengimbau kepada seluruh masyarakat di Papua dan khususnya di Tolikara agar tidak terpancing dengan persoalan kekinian yang terjadi," kata Kepala bidang (Kabid) hubungan masyarakat (Humas) Polda Papua, Kombes Pol Patrige.

Ia mengemukakan langkah nyata yang telah diambil oleh Kapolres Tolikara adalah berkoordinasi dengan bupati setempat sebagai pimpinan daerah.

"Termasuk menjalin komunikasi dengan para tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan, juga para ketua-ketua paguyuban, agar masalah yang ada tidak meluas ke daerah lainnya dan menangkap para pelaku," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement