REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok oknum umat Nasrani menyerang kaum Muslimin tepat ketika shalat Idul Fitri hendak berlangsung di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, kemarin (17/7). Dampaknya, sebuah masjid dibakar dan sejumlah bangunan ikut dirusak amuk massa.
Menurut pakar sosiologi agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bambang Pranowo, insiden ini mencerminkan belum ada integrasi sosial yang cukup kuat antara warga pendatang dan masyarakat asli di sana. Sehingga, mereka belum cukup siap menerima perbedaan identitas. Akhirnya, konflik horizontal mudah tersulut.
"Belum siap berbeda sehingga, (insiden) itu bisa terjadi. Dan ini tidak hanya di Papua," ujar Bambang Pranowo, Sabtu (18/7), saat dihubungi Republika.
Bambang menjelaskan, kalau ditelusuri lebih lanjut, perbedaan agama bukanlah pemicu insiden Idul Fitri di Tolikara kemarin. Menurut dia, faktor ekonomi, kecemburuan sosial, dan rasa keadilan lebih berpeluang menjadi pemicu konflik.
"Itu kan kalau kita lihat, yang Muslim hampir semuanya pendatang. Kemudian, pihak yang menyerang, (masyarakat) asli," tambah dia.
Karena itu, Bambang menegaskan, para tokoh masyarakat setempat mesti membangun dialog agar skala konflik dapat diredam dan tak meluas. Khususnya, dialog terkait pelaksanaan ibadah di ruang publik.