REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua, Saiful Islam Al Payage menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap umat Islam di Kabupaten Tolikara, Papua saat menjalankan ibadah salat Idul Fitri.
Terkait hal tersebut, MUI Papua mengatakan Pemerintah Daerah (Pemda) Tolikara menjadi pihak yang harus betanggung jawab menjamin hak hidup masyarakat. Tentunya keadaan di sana masih terus mengancam masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dengan suasana yang masih belum kondusif.
"Mendesak Pemerintah Daerah Tolikara dan Pemprov Papua untuk bertanggungjawab terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi," tegasnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (19/7).
Selain itu aparat keamanan seperti TNI dan Polri juga harus bertanggung jawab menjaga keamanan daerah setempat. MUI Papua Mendesak pemerintah daerah Kabupaten Tolikara dan aparat keamanan Polri dan TNI untuk menjamin hak hidup dan hak ekonomi serta terus mengembangkan komunikasi antar umat beragama di Kabupaten Tolikara.
Insiden ini menjadi tindakan memprihatinkan yang harus diterima masyarakat Muslim di Tolikara. MUI Papua juga menyampaikan simpati dan duka yang mendalam atas pembakaran sejumlah kios, mushala dan jatuhnya korban jiwa akibat kejadian tersebut.
Aksi di Tolikara ini mengundang reaksi banyak pihak. Kejadian ini bermula dari kerusuhan yang dilakukan Jemaat GIDI ketika umat Muslim menjalankan shalat Idul Fitri, Jumat (17/7) lalu.
Puluhan orang dilaporkan ingin menghentikan kegiatan shalat yang dilaksanakan di halaman Makoramil yang sebelumnya sudah dilarang. Kerusuhan ini berakibat pembakaran sejumlah kios di sekitar lokasi ibadah hingga masjid yang juga ikut terbakar.