REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan tidak ada pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi saat mengeluarkan tembakan pada insiden di Tolikara, Jumat (17/7) lalu. Tembakan, kata Kapolri, dikeluarkan setelah proses negoisasi tidak berhasil.
“Ya itu bagian dari upaya perlindungan terhadap masyarakat komunitas yang melaksanakan ibadah,” ujarnya, di Mabes Polri, Rabu (22/7).
Badrodin menjelaskan, negoisasi dilakukan polisi dengan sekelompok orang yang mendatangi umat Muslim yang sedang melaksanakan Shalat Id. Polisi kemudian menanyakan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Polisi meminta agar mereka menunggu jamaah selesai melaksanakan ibadah Shalat Id.
Badrodin membantah jika insiden tersebut merupakan kegagalan intelijen Polri dalam menjaga keamanan di Tolikara. Sebab, antisipasi telah dilakukan sebelumnya oleh Kapolres setempat setelah mendapat informasi adanya Surat Edaran (SE) pelarangan melaksanakan Shalat Id.
Koordinasi dengan presiden Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (GIDI), kata Badrodin juga sudah dilakukan. Presiden GIDI mengatakan surat tersebut tidak resmi karena tanpa persetujuan presiden GIDI.
Selain itu, lanjut Badrodin, polisi juga sudah berkoordinasi dengan Bupati setempat. Bupati berjanji akan berkoordinasi dengan panitia lokal agar surat tersebut dicabut.
“Sehingga pak Kapolres dengan yakin mengatakan kepada para jamaah silakan shalat nanti saya yang jaga,” kata Badrodin menjelaskan.
Kendati demikian, polisi tetap melakukan pemeriksaan terhadap polisi tersebut.
Seperti diketahui, saat penyerangan oleh sejumlah warga yang sedang menjalankan ibadah Shalat Id di Tolikara, Jumat (17/7) lalu aparat kepolisian mengeluarkan beberapa tembakan peringatan. Namun dari tembakan tersebut satu orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya terluka.