REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Shamsi Ali menilai dalam konteks kebangsaan, peristiwa Tolikara menguji kejujuran semua pihak. Umat, ujarnya, menanti apakah para aktivis yang selama ini dikenal vokal akan menyuarakan realitas sesungguhnya ke dunia internasional atau tidak.
“Sebagai anak bangsa yang hidup di kota dunia, seringkali mendapat pertanyaan kritis ketika ada peristiwa intoleransi umat Islam di Indonesia,” kata Shamsi Ali kepada Republika, Rabu (22/7).
Shamsi Ali menuturkan, organisasi-organisasi HAM memang begitu antusias melaporkan setiap peristiwa intoleransi, sekecil apapun itu, ke dunia internasional. Menurutnya, sekarang kejadian Tolikara menguji kejujuran organisasi atau aktivis HAM.
Yang paling tragis, kata Shamsi Ali, adalah jika peristiwa Tolikara ini hanya kejadian "testing the water" (mencoba-coba) bangsa dan negara ini. Menurutnya, Papua adalah daerah yang sangat kaya dan strategis. Banyak orang asing yang mempunyai kepentingan terhadap Papua.
Ia melanjutkan, ada pula pihak-pihak yang mempunyai itikad buruk karena merasa akan diuntungkan jika Papua merdeka. Sebab itu, kata Shamsi, peristiwa ini menguji sampai di mana negara akan menyelesaikan secara tegas berdasarkan hukum yang ada.
“Peristiwa Tolikara yang mungkin dianggap kecil dan biasa ini boleh jadi merupakan bahaya laten yang mengancam, baik secara keumatan maupun secara kebangsaan,” kata dia. Ia menambahkan, dengan kemajuan dan kecepatan media massa saat ini, diperlukan antisipasi yang tanggap dan cepat.