Jumat 31 Jul 2015 04:03 WIB

Legislator Nasdem Sebut Ada Tiga Faktor Penyebab Terorisme

Akbar Faisal
Foto: Antara
Akbar Faisal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Akbar Faisal mengatakan, setidaknya, ada tiga faktor yang menjadi penyebab aksi terorisme, yakni domestik, internasional, dan kultural. 

Faktor domestik yakni, masalah kemiskinan, ketidakadilan dan kecewa kepada pemerintah menjadi pemicu orang-orang itu bergabung ke kelompok teroris atau ISIS. Sedangkan faktor internasional karena ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan serta imperialisme modern negara superpower.

"Yang terakhir, yakni faktor kultural yakni masalah pemahaman sempit tentang kitab suci, terutama Alquran yang ditafsirkan secara bebas . Faktor yang terakhir ini yang selama ini sering terjadi dalam tindakan terorisme, mereka selalu mengatasnamakan agama, ini yang selama ini keliru,” ujar dia di dialog pencegahan "Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi" di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (30/7).

Menurutnya, untuk mencegah dan memberantas paham radikalisme dan terorisme di Indonesia harus dilakukan penguatan wawasan kebangsaan kepada masyarakat. Dengan begitu, paham radikalisme dan terorisme tidak akan bisa masuk ke bumi nusantara.

Sebenarnya, kata dia, dengan ideologi Pancasila, generasi muda Indonesia sudah memiliki landasan kuat untuk membendung masuknya paham radikalisme tersebut. Bahkan kecil ruang bagi generasi muda Indonesia untuk mengikuti dan memiliki paham yang mengarah pada aksi terorisme tersebut.

"Karena orang sekarang ini semakin logis. Karena ini sebenarnya itu orang-orang yang bermasalah dengan dirinya, lalu kemudian menarik dirinya seakan menjadi korban dari sebuah sistem. Sebenarnya yang bermasalah itu adalah dirinya sendiri,” terangnya.

Karena itu, ujar dia, penganut paham radikalisme dan terorisme merupakan generasi yang mundur. "Artinya mereka itu salah mengartikan apa yang dimaksud radikal. Sebenarnya radikal itu penting asalkan untuk hal-hal yang positif, bukan radikal untuk mencelakai atau merusak sebuah tatanan sebuah negara,” tutur Akbar 

Di tempat yang sama, Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Agus Surya Bakti menambahkan, pihaknya selalu aktif melakukan dialog di perguruan tinggi. Tujuannya, agar tidak terjadi pembelokan keyakinan, aqidah dan pemahaman yang dilakukan kalangan akademisi.

"Ini agar tidak terjadi pemahaman yang salah di kalangan para mahasiswa sehingga jangan sampai terjadi aksi-aksi teror lagi seperti yang pernah terjadi di Indonesia selama ini,” ujar Agus.

Terkait dengan ISIS, Agus menjelaskan, kelompom ini adalah sebuah jaringan kekuatan kelompok milisi nasional yang ada di Irak dan Suriah yang saat ini telah menjadi terorisme transnasional baru. Awalnya, kekuatan milisi itu tidak puas pemerintahan pasca-Saddam Hussein yang dikuasai kelompok Syiah. Mereka berafiliasi dengan Alqaedah.

Ia memberikan gambaran mengenai fenomena yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi khususnya beberapa mahasiswa hilang secara misterius dan dikabarkan bergabung ke ISIS. Hal ini terjadi karena propaganda, pengaruh dan ada niat yang sengaja dari kelompok-kelompok terorisme dan ISIS beserta jaringannya untuk mempengaruhi generasi muda.

"Padahal kita tahu bahwa generasi muda adalah kelompok yang mempunyai idealisme yang sangat besar, mudah merespons permasalan yang ada, tidak berpikir panjang. Itu ciri anak muda. Contohnya mereka meninggalkan kuliahnya untuk melakukan demonstrasi. Lalu mereka bergabung dengan kelompok radikal untuk selanjutnya memahami ajaran agama yang bukan bermanfaat bagi dirinya. Ini yang selama ini keliru,” kata Agus.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement